BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA
Karya : Undang Sumargana,
(Cerita bersambung bagian 5)
Catatan:
teman-temanku yang baik, pembaca yang Budiman, penulis mohon maaf baru bisa melanjutkan ceritanya, hal ini karena kesibukan yang tentu harus lebih dulu diutamakan, selamat membaca cerita bagian 5 dan sengaja penulis, tayangkan kembali bagian akhir dari cerita bagian 4 untuk mengingat Kembali cerita lama.
Selamat membaca
Hari itu hari wisudaku, seharusnya aku bergembira, tapi hari itu aku tak begitu bergairah. Ingatanku pada Yanti sulit kuhapus, tapi aku tak mau kelihatan sedih di depan teman-temanku, di depan orang tuaku, biarlah hati seolah olah disayat sembilu, tapi roman muka harus nampak seperti orang bergembira. Akhirnya acara wisuda yang aku rasakan membosankan itu selesai juga.
Pulang dari Wisuda setelah bersih-bersih dan istirahat, ku duduk depan wisma, dalam suasana mentari terperangkap dalam senja. Cahya yang menguning berbaur dengan cahya lembayung yang hampir mengelam, ada goresan kenangan yang melajur dalam guratan usia, mengiris tipis pedih seperti sayatan sembilu menoreh hati. Usia yang merayap ke ujung waktu, seperti ingin menghempas helaan napas, hidup rasanya ingin berakhir
Hidup harus berakhir ?
Tidak!Tidak......! “Jangan bodoh kau jangan kau sia-siakan hidupmu saat ini kau telah melampoi berbagai rintangan”.
“Tapi terasa hidupku tak berarti, setelah berusaha memberi arti dalam hidupku”.
“Hidupmu tidak boleh berakhir dengan kematian kekasihmu, masih tersisa perjalanan hidup yang harus kau tempuh”.
“Aneh rasanya apa yang kuidamkan berbuah pahit, seperti pahit buah maja, sepahit empedu yang tak mampu kutelan”.
“Pahit manis kehidupan ada yang mengatur, sadarlah kau sadar...” Seolah olah suara hatiku terus membangkitkan kesadaranku.
“Semuanya karena kematian Yanti”
“Jangan salahkan kematian, itu takdir tuhan yang berlaku dalam kehidupan”
Lembayung langit semakin kelam, rasa hidupku seperti meniti kelam, terasa tak ada sedikitpun binaran cahya. Kulangkahkan kaki menuju sopa, di sana kutumpahkan air mata, tak mampu ku bendung, deras mengalir seolah menyisir relung hati yang tiada bertepi.
“Relakan Yanti kak, Yanti sudah Bahagia di sini, kalau kakak kasihan pada Yanti kakak harus kuat, bangkitlah kak, bangkitlah jangan tepuruk dalam kesedihan” Suara itu terus berbisik ditelingaku.
“Suara Yantikah itu?”
“Ya apapun yang terjadi aku harus Kembali menata kehidupan” Aku harus kembali membuat rencana agar hidup bisa berlanjut.
“ Dua bulan kemudian aku mengajukan perpindahan tugas mengajar, ke daerah tempat asalku di Desa Cikukulu, masih dalam Kec. Karangnunggal, hal ini kulakukan dengan pertimbangan yang matang, setelah berunding dengan orang tuaku, serta dengan pertimbangan agar kesedihanku tak berlarut. Setelah diterimanya SK perpindahan aku berpamitan dengan anak-anak, dengan guru dengan masyarakat, serta orang tua Yanti yang tetap kuhormati, malah dalam jiarah sebelum aku meninggalkan Dusun Citoe, aku panjatkan doa di dekat kuburan Yanti dengan penuh khusu meskipun disertai derai air mata.
“Ya Allah Tuhan Yang Maharahman, Dia gadis baik, tempatkanlah dia di sisimu,
Ya Allah ya Mujibba SyaillinYa Allah |ya Mujibba darojatin
Pertemukan aku disurgamu Ya Robb, kepada Mu-lah kutitipkan Yanti gadis baik yang pernah jadi kekasihku, dan kepada Mu-lah aku mohon bimbinganmu agar hidupku lebih baik dan selalu dalam bimbinganmu. Terasa agak lega pikiranku kini.
“Semangat, semangat, semangat ... !” aku mencoba memaotivasi diriku sendiri, mencoba untuk bertekad meraih hidup yang lebih baik.
Kutinggalkan tempat yang penuh kenangan, ada rasa haru berbaur di dalam kalbu, ada rasa lirih dalam bisikan angin, ada gelora rasa yang berbaur dengan deburan ombak lautan, tapi aku harus tetap melangkah uantuk melanjutkan kehidupan. Pamitan terakhir dengan orang tua serta saudara Alm Yanti membangkitkan kesedihan yang sulit kuhindari. Berjalan menyusuri jalan setapak menuju tempat mangkal kendaraan. Sepanjang perjalanan terlihat tanah hangus terbakar api. Tanah yang terbakar api akan menjadi subur, tempat menanam palawija dan buah buahan. Tanah akan melahirkan tetumbuhan , tetumbuhan memberikan kehidupan kepada manusia. Manusia akan melahirkan generasi manusia.
“Tetapi api sendiri menghaguskan dirinya sendiri.”
“Api menghaguskan segalanya, seperti itulah cinta menghanguskan kayu menghanguskan logam mulia, bahkan Cinta menghanguskan hati”
“Jadi cinta adalah menyakitkan?”
“Ya cinta adalah perasaan sedih”
“Dua kekasih dipisahkan dengan maut, yang hidup harus putuskan tali kasih, agar hidup tak larut dengan kesedihan”.
“Hidup tak boleh berhenti pada cinta, jika hidup berhenti, berarti itu sudah mati” .
”Ya mati seperti kekasihmu, maka carilah pengganti yang masih hidup”.
“kalau cari pengganti berarti berkhianat”.
“Ya melupakan yang mati tak berarti berkhianan, sebab yang hidup mesti berlanjut”.
Dialog-dialog terus merasuki pikiranku tak terasa sampai juga di tempat mangkal kendaraann, yang terus membawaku ke tempat tujuan.
Sudah sebulan aku berada di tempat baru, tepatnya aku bertugas di SDN Neglasari berada di Desa Cikukulu, meskipun Desa ini tempat kelahiranku tapi rasanya masih terasa asing. Ku jalani hidup ini dengan penuh kesibukan di berbagai organisasi, di organisasi pemuda, Lembaga Lembaga Desa bahkan dalam organisasi-organisasi lain kuterjuni. Terasa kesedihan mulai berkurang aku larut dalam berbagai kegiatan yang menyita waktu walaun terus berusaha tapi ingatanku pada Yanti sulit untuk kulupakan.
Dua tahun terlewati usia yang terus merayap semakin tua, malah orang tuaku menasehatiku agar aku cepat beristiri.
“Aku harus beristri?”
“Masih adakah perempuan yang ku Cintai?”
“Ya persyetan dengan cinta yang penting aku berumah tangga, dan menjalankankewajibanku sebagai kepala rumah tangga?”
“Menikah tanpa cinta?”
“Haruskah itu kulakukan?”.
“Ya niat dan itikad baik akan menumbuhkan cinta, yang penting kau menjalankan dan memperlakukan istrimu nanti dengan baik yang akhirnya menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang”.
Aku terus berkelana mengembara, untuk mencoba mengepakan sayap, seperti naik kea awang-awang, melintasi cakrawala luas, kemudian meluncur di landasan yang tak kusadari. Aku terus berselancar melayang seperti abu yang diterbangkan hanya melayang tanpa arah, ya memang hidupku seperti abu mengikuti sang bayu yang menerbangkan aku. Akhirnya karena dorongan usia yang semakin tua serta saran dari kedua orang tuaku aku memasuki Babak baru kehidupan berumah tangga, 05 Juli 1991 tepatnya aku mulai membangun bahtera rumah tangga.
Sebagai Kepala Rumah tangga aku berusaha menjadi kepala rumah tangga yang baik, sebagai suami aku berusaha menjadi suami yang baik, walau sulit tumbuhkan cinta tapi dalam berumah tangga cinta bukan segala-galanya, berbuat baik menjalankan kewajiban itu yang harus kulakukan, aku berharap itu merupakan ibadah yang dapat menuntun aku kearah yang lebih baik.karena pada hakekatnya hidup itu adalah ibadah, yang membawa diri kita dalam kasih sayang Allah yang tak tertandingi.
Hidupku terus kujalani dalam kehidupan rumah tangga kelahiran putriku dalam tahun ke dua belas dari pernikahanku membuat aku harus terus bersemangat menjadi kepala RumahTangga dan suami yang baik. Bahkan perjalanan terus berlanjut aku terus melanjutkan pandidikan ke jenjang S2. Kujalani perkuliahan menjelang akhir perkuliahan istriku dilanda sakit, yang membuat aku menjadi sedih dan menambah beban kesibukan yang harus kujalani, Saat itu aku sudah bertugas menjadi Kepala SD di SDN Cibatu 1, banyak meninggalkan tugas pada waktu itu karena istriku menjalani oprasi di salah satu rumahsakit di Bandung. Oprasi telah dijalani setelah menjalani perawatan akhirnya diperbolehkan pulang, meskipu keadaan istriku masih terlihat parah, tapi dengan ijin dokter di bawa pulang.
Takdir berkata lain kehendak Allah tak terbendung akhirnya isriku meninggalkan kehidupan menghadap Illahi.
Sedih, ya pasti sedih, aku berpelukan dengan putri tercintaku yang saat itu baru kelas 4 SD. Aku telah berusaha mencoba mengobati istriku dengan pengobatan dokter, tapi disini membuktikan bahwa yang menyembuhkan bukan dokter tapi Allah lah yang mempunyai kuasa segalanya. Dadaku seperti tak mampu lagi berguncang ketika menyaksikan kesedihan putriku yang ditinggal ibunya. Tapi apa hendak dikata takdir telah berkata lain, aku yang telah berusaha jadi suami yang baik. Hidupku sendiri sendiri dengan putriku harus kujalani dalam siklus kehidupan itu sendiri. Disaat aku mencoba memahami bahtra perkawinan, kini harus tenggelam kembali dalam lautan kesedihan, tapi harus tegar aku punya tanggung jawab buat ptriku tercinta.
(Bersambung ke bagian 6)
Posting Komentar untuk "BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 5"