BIANGLALA
CINTA SEORANG KELANA
Karya : Drs. Undang Sumargana, M.Pd
(Cerita bersambung bagian 4)
Rekan-rekan
yang Budiman, mohon maaf sambungan cerita ini diterbitkan agak terlambat,
karena kelalaianku, disebabkan kesibukan yang berkaitan dengan tugas, selamat
Fiktif atau paktakah cerita ini?
Cerita
ini merupakan cerita fiktif yang diangkat dari Sebagian besar kenyataan hidup yang dialami, sekesil apapun
semoga ada hal yang perlu diteladani dari cerita ini.
Selamat membaca dan menanggapi cerita ini
Bayang-bayang waktu seperti
tangan, seolah mulai membawa aku dalam kehidupan yang bertaburan bunga, seperti kuntum yang mulai
bermekaran, dalam keharuman nafas yang menggelorakan kebahagiaan, lantunan
cinta seolah mulai menelisik di dalam
hati. Kebersamaan dengan Yanti,
seolah-olah dibuai dalam musikalisasi dari petikan gitar yang dimainkan para
bidadari. Kuliahku dengan Yanti sudah menginjak semester akhir, tinggal
Menyusun skripsi menghadapi sidang akhir dan bers-beres administrasi. Tentu
saja aku dan Yanti sudah menata rencana
ke masa depan memasuki masa pertunangan dengan penuh keseriusan setelah restu
kedua orang tuaku dan orang tua Yanti, Hidup itu memang aneh, hidup itu memang
Ajaib, prmainan waktu yang telah menebarkan gelatar di gelora rasa, seperti
goresan sebuah lukisan yang menebar keindahan tiada tara. Pikiranku tak pernah
diam dari rancangan cita-cita melukis senja di masa datang.
“Kak jika kita telah menikah,
jika kita telah tua, akankah kakak mengasihiku seperti sekarang?” Yanti tiba-tiba
membuka pembicaraan saat duduk di depan rumahnya diterangi cahaya bulan.
“Masihkah kau meragukan aku?,
dalam prinsip hidupku, kalau aku sudah menikahimu, berarti kau pilihan
terakhir?”
“Kalau kakak lupa janji?”
“Kewajiban istrilah untuk mengingatkannya”
“Tetapi lelaki suka lupa
janji”
“Lupa berarti tak ingat,
berarti tugas istrilah harus selalu mengingatkan jangan sampai suami berbuat
salah, bersama-sama membangun kebenaran.”
“Tapi kebenaran itu bisa
dimanipulasi kak”.
“Walaupun dimanipulasi kebenaran
tetap kebenaran, tak bisa digantikan dengan hal yang salah, dan pada dasarnya
kebenaran adalah sari kehidupan”
“Jadi kebenaran sari kehidupan”
“Kebenaran adalah inti
kehidupan yang berkaitan dengan hati nurani, bersandar pada aturan agama, yang
akan menjadi kebenaran hakiki yang Universal”.
Bersama Yanti kekasihku hidup
terasa begitu indah, meskipun adakalanya berselisih paham tapi bisa
diselesaikan dengan baik
“Yanti beberapa bulan lagi
kita menyelesaikan kuliah, siding akhir dan setelah itu kita menikah”.
“Jaga dirimu baik-baik jangan
sampai terjadi apa-apa”
“Juga kaka”
“ya juga aku”
Waktu terus berjalan,
selangkah lagi aku dan yanti menyelesaikan kuliah, dan hari itu yanti berangkat
sendiri ketempat kuliah karena aku ada
tugas yang tak dapat kutinggalkan. Ada rasa lain ketika yanti berpamitan
berangkat menuju campus, seolah-olah tak bisa bertemu lagi, tapi bayangan buruk
itu akhirnya sirna, dengan menghadapi tugas lain yang bisa kukerjakan.
Minggu hari itu, tiba tiba aku
dengar kabar bis yang biasa berangkat Tasik-Pamayang membawa muatan dari Tasik
ke Pamayang mengalami kecelakaan masuk jurang setelah melewati belokan sehabis
perkebunan karet. Pikiranku gelisah jangan-jangan Yanti berada di Bis itu. Benar
saja 10 menit setelah itu dapat kabar Yanti ada Di Puskesmas Cipatujah, dengan
hati yang kalut aku segera berangkat ke sana bersama keluarga Yanti.
Sampai di sana yanti ada diruangan
perawatan dengan balutan di Kepala, tangan dan kaki, terlihat lukanya begitu
parah.
“Makasih kak, kakak sudah datang”
“ Ya Bersama ayah dan Ibumu,
sudahlah istirahat jangan banyak bergerak dan bicara”.
“Mana ayah dan Ibu ku Kak?”
“Ini nak, sudahlah jangan
banyak bergerak”.
“Ayah , Bu, Kak, Kepala Yanti
sakit, maapkan Yanti, mungkin ini terakhir Yanti bicara sama, Ayah, Ibu dan Kakak”.
“Sudahlah nak kau pasti
sembuh, jangan bicara yang tidak-tidak” Bu Haji bicara sambil berderai air
mata.
“Ya nak kau pasti sembuh” Pak Haji yang sekarang bicara sambil menahan
tangis.
“Kak, kakak jangan sedih, aku pergi, relakan aku kak,
Kakak sayang sama Yanti kan?, aku pergi
sekarang kak, relakan aku kak!”.
“Tolong genggam tangan aku
kak!”
“Ya sayang” Aku melihat ada
tetesan air mata tergenang di kelopaknya. Ada kepiluan yang mengiris hatiku,
ada bayangan hampa dalam tatapan matanya yang mulai meredup, desahan suara halus dari mulutnya.
“Ayah, mah, kak, sudahlah
jangan menangis, sesungging senyum terlihat dari getar bibirnya, tiba-tiba
tatapan mata tajam membarengi lapad Allah yang diucapkan, makin pelan-pelan dan
tatapan matanya mulai meredup Bersama berhentinya geletar bibirnya, dan detak
darah nadi di tangannya tidak ada lagi,
“Subhanalloh, kau telah pergi
Dik Yanti” dokterpun datang dan memeriksa detak jantungnya.
“Ibu Bapak, mohon yang sabar ,
putra Ibu /Bapak telah menghadap Illahi”.
Seperti tersentak aku
mendengar perkataan dokter, isak tangis keluarga Yanti pun terdengar begitu
pilu, akupun, sebagai lelaki tak sanggup
menahan deraian air mata, seolah olah ada kehampaan yang menyeruak dalam
dadaku, ada kesedihan yang mengiris pilu menembus hati, merasakan kegelapan
dalam gulita yang begitu pekat. Dunia tiba-tiba berada dalam gulita, kematian
Yanti kekasihku merupakan pukulan berat dalam hidupku.
Ini hari ke-7 kematian Yanti,
langit yang dulu bercahaya gemilang kini mengelam dalam kesenduan. Cahaya yang dulu sering menuntun aku, rasanya jadi
patah di tengah, yang kurasakan hanya kegelapan yang berkepanjangan ysng dirasa
sulit untuk bangkit, keluarga Yantipun sama seperti yang kurasakan, ibunya
terutama yang sering terlihat berderai air mata, Ini terasa kesepian yang
begitu menyiksa setelah baru saja berkumpul Bersama banyak orang setelah
melaksanakan tahlillan. Hanya pak Haji ayahnya Alm Yanti yang terlihat tegar,
mungkin karena beliau begitu kuatnya dasar agama yang melekat pada dirinya.
Kematian Yanti, menoreh duka
yang menyekap dalam dadaku. Duka yang menyekap
membuat hidupku berantakan, kelam yang membentang, mengiris perih menoreh
luka di dalam jiwa. Bersama desiran angin seolah ada suara halus mengurai
kesunyian, suara seolah-olah piala cinta yang diusung para malaikat dibawa dari
sang kekasih.
Purnama ke-6 aku masih
merasakan sisa sisa kesedihan , aku
duduk di beranda wisma. Cahya bulan yang dulu terasa indah, kini terasa cahaya
pekat yang menyisakan luka di dada, ada haru yang terus terusan menusuk lerung
kalbu.
“Enam bulan yang lalu kita
bisa menikmati cahya bulan purnama berdua
di tepi pantai”.
“Jangan sedih kak, seharusnya
kakak bergembira karena kakak telah lulus jadi Sarjana, tinggal acara pesta
menghadiri Wisuda pengukuhan Gelar Drs. Yang telah kakak sandang”
“seharusnya kegembiraan itu
dirasakan bersama Dik Yanti sayang?”
“Sudahlah kak, kakak sayang kan pada Yanti, relakan Yanti kak, di sini Yanti telah merasakan kebahagiaan yang tiada bandingnya, bangkitlah kak, ayo bangkit, kakak lelaki yang kuat yang masih harus menjalani hidup dengan penuh semangat” Di sini
Tiba-tiba bayangan
dan suara itu seolah lenyap disapu angin, seolah -olah membangkitkan
kesadaranku dari lamunan berkepanjangan. Ya memang aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan yang
terus-terusan, 3 hari lagi aku di Wisuda, seharusnya dijalani bersamaYanti
kekasihku tapi, takdir Allah menentukan lain. (Bersambung ke bagian 5 )
Posting Komentar untuk "BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 4"