BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA (Bagian7)

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA

Karya : Undang Sumargana

(Cerita bersambung bagian 7) 

Cerita sebelumnya

Dilangit matahari mulai menaiki cakrawalakegembiraan yang mencuat dari dasar hati, api cinta mencuat di dalam wajah, setelah aku tak tersenyum, kini senyuman mulai terhias lagi diwajahku, begitu pula diwajah calon istriku. Seolah – olah tersenyum pada bumi pada lagit pada laut pada angin,  pada semua alam yang telah menyaksikan. kembalinya cinta sang kelana.  Ada kegemilangan ysng memancar dari pendaran hidup yang membentang dari tengah buana. Cinta dan hidup tersasa begitu gaib, tapi kegaiban yang penuh kemesraan. Hari itu aku pulang dan berpisah membawa kegembiraan yang  bersamayan di hati masing masing.Dua minggu kulalui, walaupun berjauhan, dia ditempat kerja di Jakarta, Emang dia kerja di PT Asuransi Prudential, ia pekerja keras, menata hidupnya dengan rencana yang matang, tapi aku selalu berkomunikasi mellalui Hp sehinga taka da alasan aku untuk kesepian, perubahan hidupku mulai tersa, jadi lebih teratur, lebih rapi, mungkin perbawa hati dan Dia telah memberi warna hidupku ke arah yang lebih baik, aku masih ingat bahwa kesetiaan hal utama sebagai pondasi kehidupan, andaipun keadaan  ekonomi terpuruk tapi kesetiaan akan jadi pondasi dalam kehidupan di dalam rumah tangga, ketaatan pada Allah itulah yang akan membuat kita hidup penuh berkah dan kebaikan.

(bersambung ke bagian 7)    

     

 Sore itu warna senja dilangit terlihat begitu indah,hembusan bayu terasa meresap dilerung kalbu, laut tenang dihadapan kami seperti tak mengirim ombak, camar laut yang mengepakkan sayapnya sewaktu-waktu menukik membawa ikan dalam genggamannya, entah pertemuan yang keberapa antara aku dengan wanita pujaanku untuk saling menguatkan, saling meyakinkan bahwa aku dan wanita pilihanku memang saling mencintai. Permainan      waktu seolah merambah menggetarkan rasa, senyum Wanita pujaan yang selalu disematkan dalam setiap pertemuan. Kekagumanku selalu tergambar dalam setiap dia berujar, bertingkah dan dalam pancaran gerak-gerik budi pekrti yang begitu baik.Pisiknya yang selalu kuat bulak balik Tasik- Jakarta seolah -olah jadi rutinitas yang dia jalani dengan Ikhlas. Dimataku dia sungguh wanita kuat, wanita hebat, sungguh beruntung kalau memang dia jodohku.          

     ”Ya Dia harus menjadi istriku, kau beruntung kalau dapatkan dia” kayanya aku terbawa lamunan sebagai pancaran kebahagiaan.

 "Aku memang mencintai dia, aku memang mengagumi  dia, tapi haruskah cinta dan kekaguman naik ke jenjang rumah tangga?”

 ”Itu harus!” suara hatiku menimpali dan terus  mengusik  perasaanku.

  ”Jangan bodoh kau, jangan ego kau”, suara hatiku terus         mendesakku.

  “Ikuti dan mengalahlah pada perasaan baikmu!            usiamu  sudah lewat senja, kau bukan remaja lagi, apalagi wanita yang kau sayangi, wanita baik, matang dan penuh keikhlasan.”

   Ya akhirnya aku mrngambil kesimpulan bahwa Tina Kurnia Kurnia Agustin harus jadi istriku, dan sudah bertekad untuk menyampaikan lamaran di depan orang tua dan kerabatnya.

   “Pak?”, Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara wanita yang duduk disampingku.

           “Pak, memang apa rencana bapak untuk selanjutnya ?”                            

            ”Kau  sendiri apa sudah siap kalau kulamar?

  ”Ya, Pak aku ini perempuan, tentu saja aku mengikuti  rencana bapak  , karena memang kita tidak muda lagi.”. Akhir dari percakapan itu, bahwa aku 1 bulan ke depan akan datang dan berbicara secara serius dengan orang tua dan keluarganya.

  Hari merangkak menuju senja, langit dihiasi titik titik warna dalam pancaran lembayung, keindahan yang tiada tara, memang rahasia Allah tak bisa diungkap, sekenario Allah mahasempurna, kegembiraanku tak dapat kubendung, dialah mungkin jodoh terakhirku, yang akan membawa bahtraku ke Pelabuhan Bahagia. dan sajak itu aku meyakinkan bahwa aku betul-betul mencintainya.

 Waktu yang telah ditentukan, tepatnya, Jumat/malam Sabtu  05 Mei 2017 hampir tiba, 3 hari sebelum waktu itu Ia sudah datang  dirumahnya sepulang dari Jakarta dari tempat kerja. Kekagumanku semakin kuat bersamaan  dengan perjalanan waktu yang terus berjalan. Dimataku dia hebat, dimataku dia kuat, dia orangnya ikhlas, selisih usia 15 tahun dengan diriku, kadang diriku heran juga, dia mau sama aku, secara ekonomi dia punya penghasilan yang cukup, dia sendiri tau keadaanku yang sebetulnya, yah aku bersyukur mungkin Allah menjadikan dia jodohku dunia akhirat.

 Tiba waktu yang telah ditentukan, aku datang Bersama kakaku pamanku dan kerabat yang lain yang masih hidup, serta putri semata wayangku yang sangat ku sayangi. Kedatanganku disambut oleh keluarga besarnya, serta kedua putra lelakinya. Dagdidug juga jantungku seperti anak Muda, apalai ketika menyaksikan dangdanan calon tunanganku takpercaya aku menyaksikan pancaran pesonanya yang mengagumkan. Saat acara penyematan cincin di jari manisnya ada perasaan gembira dan haru yang mengusik nuraniku dalam arti aku tak boleh beralih pada perempuan lain dan dia pun tak boleh beralih ke lain hati.

  “Pak”, tiba tiba kedua putranya  menghampiriku.

  "Titip mamah Pak  jangan sakiti mamah!” kedua anak itu  berkata  lirih, namun tegas tapi penuh pengharapan.

   “Pak  jangan tinggalkan mamah, jangan tinggalkan Ado, sayangi mamah,  sayangi Ado dan AA”. Ada rasa haru menyelusuri lerung kalbuku, kakak dan adik   calon putraku  begitu tulus berkata disertai harapan  mendapatkan kasih sayang yang tulus dari seorang ayah. Ku  peluk keduanya  dengan penuh keikhlasan. Ada genangan air mata yang tak  terasa mengalir, ada tekad yang dalam janji suci dari  lubuk hati yang dalam. Ku lihat pula putriku yang terlena dalam pelukan calon ibunya, serta keakraban dengan calon kedua putraku. Selanjutnya acara ramah tamah dari kedua keluarga, serta obrolan obrolan yang lain. Acara terus berlangsung dan setelah acara doa diteruskan acara makan bersama, selesai acara makan ngobrol – ngobrol untuk rencana ke depan dan akhirnya berpamitan.

  Sampai di rumah, aku merebahkan diri di atas Kasur, pikiranku melayang, penuh dengan  bayangan kehidupan akan datang. Angin di luar meniup daun pepohonan, suara musik malam terdengar dari sela dedaunan, seolah-olah paduan musik  alami yang dimainkan para bidadari. Hari itu dan hari hari selanjutnya benar-benar berbunga, dunia serasa di dalam genggaman telapak tangan. Madu cinta terasa terasa ada di piala kasih kami, untuk nanti diteguk bersama dalam suasana yang penuh taburan keharuman. Limpahan kesukaan itu merambah keluar menciptakan sungai cinta yang mengalir bersama denyutan waktu.

 “Hemh…! Ternyata cinta bisa datang dalam usia menjelang senja”.

 “Kedengarannya indah dan muluk, kedengarannya seperti mimpi indah yang membawa bahagia.”

 “Memang kita harus bahagia, Allah memberikan akal dan pikiran dan kemampuan otak, hati serta pisik untuk berusaha mencapai kebahagiaan, dan bahagia itu datang dari rasa syukur yang kita dapatkan.”

 Akhirnya dialog yangterjadi terputus dengan mulai datangnya rasa kantuk dan tertidur membawa angan – angan dan harapan yang harus diwujudkan

   (bersambung ke bagian 8)

 

 

Posting Komentar untuk " BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA (Bagian7) "