BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA (CERITA BERSAMBUNG BAGIAN KE-9)


PELABUHAN HATI SANG KELANA

Kearya : Undang Sumargana

PELABUHAN HATI SANG KELANA

Kearya : Undang Sumargana

Rintik hujan sudah reda sama sekali, pancaran cahaya mentaripun mulai terlihat, malah paduan butiran sisa air hujan menjadikan  bianglala  yang berpedaran dengan aneka warna “Seorang Kelana Memang Telah Letih Mengembara” saatnya membawa sebutir kasih dalam secawan madu cinta  kehidupan, kini seorang kelana bertekad telah siap berlabuh dalam Pelabuhan pilihannya. Ada paduan nyanyian alam,  seolah melantunkan irama surgawi begitu indah, irama dari orkesta para widadari dalam lantunan lagu yang begitu menakjubkan.

“Hemhhh cinta, cinta itulah deru napas kehidupan yang memacu semangat yang begitu kuat”

“Ada apa Pak, senyum-senyum sendiri?”

“Enggaklah”. Aku menjawabnya dan tersipu malu, karena ketahuan melamun.

“Neng  hari sudah menjelang sore, sebaiknya kita beranjak dan pulang”

“Ya kita harus pulang”

Akhirnya kutinggalkan laut Santolo yang menyimpan kenangan indah, kenangan yang mengukir janji, kenangan yang akan membawa hidup sang kelana dalam Pelabuhan Cinta yang tak bertepi, Pelabuhan harapan yang diharapkan membawa kebahagiaan.

Hari-hari selanjutnya dilalui dengan penuh kebahagiaan, walau jarang bertemu tapi saling percaya saling memahami, itulah modal awal sebagai tekad buat terus beranjak kejenjang tahap hidup yang selanjutnya.

Hidup ini memang aneh, hidup ini memang Ajaib, keajaiban cintalah yang menjadikan hidup lebih bermakna.

“Terima kasih Ya Allah aku dipertemukan dengan orang baik, kalau memang dia jodohku Ya rob, ikhlaskanlah dia untuk menerima akua pa adanya, dan iklaskanlah aku menerima dia apa adanya” doa  itu selalu kupanjatkan pada Allah hampir setiap selesai shalat, dan menjadikan aku tenang bahkan percaya diriku perlahan – lahan tumbuh. Walau hidup jauh dari kekasih tapi hatilah yang merasakan kedekatan pada calon istriku. Mulai ada perubahan dalam hidupku, dan ada hasrat yang kuat untuk lebih taat beribadah, menata penampilan agar orang tidak memandang sebelah mata.

Akhirnya waktu yang sangat  dinantikan hampir tiba juga. Persiapan memang sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya, walau aku tidak muda lagi, tapi jiwaku masih muda, kerabat-kerabatku, teman-teman kerjaku dan kerabat serta teman calon istriku harus hadir untuk menyaksikan hari bersejarah bagi diriku.

Ada lonjakan kebahagiaan dalam degup jantung di dadaku, ada nyanyian indah dalam lantunan lagu dari kidung cinta dalam suara pesona yang merdu tanpa bandingnya. Kedatangan aku disertai  keluarga dan kerabatku yang mendapat sambutan dari keluarga calon istriku, seolah – olah aku seperti sang pangeran yang dinantikan. Kehadiran orang-orang yang kuhormati , para ustad guru spiritualku serta kerabat dari organisasi kesundaan, menjadikan akusemakin percaya diri, upacara “seren Tampi”, terasa begitu lama, dan aku masih menantikan kehadiran calon istriku di acara itu, tapi ternyata sang calon istriku masih belum dihadirkan, menambah penasaran aku ingin segera memandangnya  pesona dari Wanita pujaanku. Akhirnya tiba juga acara akad tikah yang dilaksanakan di dalam  mesjid. Saat itulah pandanganku terarah pada sosok Wanita yang tinggal beberapa menit lagi  menjadi istriku.

“Wooow betulkah itu calon istriku?” Aku mmandangnya seolah-olah aku tak percaya akan pesona calon istriku. Hal ini membuatku agak gugup setelah ia disandingkan di dekatku, ku coba aku untuk mengendalikan perasaan, tapi subhanalloh pandangnnya itu yang seolah olah mneghujamkan pedang dalam hatiku, namun akhirnya setelah petugas KUA memulai memimpin acara pertikahan aku baru bisa mengendalikan diri dan berkonsentrasi. Akhirnya selesai juga acara yang kunantikan itu, aku resmi menjadi suami dari wanita pujaan yang sangat kuagungkan itu. Hari itu betul-betul hari yang istimewa dan menggembirakan baik bagi diriku maupun keluarga aku dan istriku, pangilan Ayah dari istriku dan putra putranya seolah menyadarkanku bahwa kini aku telah memikul tanggung jawab sebagai Suami dan ayah dari putra putranya. Panggilan mamah dari diriku dan putriku terasa lebih enak, seolah-olah memperkuat ikrar  sacral yang telah di ucapkan didepan wali yang sekarang menjadi mertuaku para saksi dan penghulu.

Hari hari selanjutnya ku jalani dengan penuh kegembiraan dan keiklasan, hidupku mulai berubah, seolah–olah tangan istriku tangan emas yang mampu menata hidupku kearah yang lebih baik, kebiasaan aku berpakaian seenaknya mulai tertata rapih, Dia selalu mengingatkanku  sebelum tidur, harus  gosok  gigi, harus bersih  ,harus wangi dan masuk kekamar  gak boleh pegang HP, kebiasaan saling minta  meminta maaf selalu ku lakukan sampai saat ini, dan saling berpelukan sebelum pergi, wah pikirku ruwet banget, tapi karena hal yang sangat baik maka  kuturuti pula,  Selain itu  yang wajib kulakukan, bangun jam 0300 beribadah diwaktu malam harus jadi kebiasaan, kujalani perlahan -lahan  dengan ikhlas tak sedikitpun terasa ada paksaan.

”Emmhhh…! Ternyata ya hidup teratur itu lebih menyenangkan”

”Ya memang kau beruntung mempunyai  istri yang baik”.

“Ya,  aku memang beruntung”.

“terus apa maumu?”

“Awas kalau kau macem-macem dan sakiti dia”.

“Enggak bakalan lah, aku ini bukan tipe laki-laki yang suka ngobral janji, kesetiaan mesti kupertaruhkan untuk hidup dengan istri yang sangat kusayangi, di mataku dia adalah wanita terakhir yang kucintai dunia akherat ”

Hidup dengan seorang yang ku sayangi, serasa sangat menyenangkan, hari-hari terasa seperti membenamkan sulaman dalam ukiran benang emas yang terlihat menakjubkan, kebiasaan tidur tepat waktu dan bangun di malam hari, makan dengan teratur serta sedikit olah raga dipagi hari menjadikan aku merasa lebih muda, badanku terasa lebi segar, hidupku terasa lebih bersemangat, seolah -olah ada keajaiban dari perkataan lembut istriku, dari senyuman, serta dari ukiran tangan munggil yang membuat kehidupan bergerak ke arah yang lebih baik.

“Yah hidupmu sekarang sedang bergerak menuju pintu kebahagiaan” Kata suara hatiku seolah-olah mengusik aku diwaktu-waktu santai.

“Memang hidup itu harus bergerak,  ke depan”

“Kalau mau  bergerak ya harus ke depan?”

“Kalau ke belakang?”

”Ke belakang Namanya mundur”.

“Kamu  jangan berpikir ke belakang, pikirkanlah kebahagiaan     yang sedang kau alami untuk terus melangkah sempurnakan dengan doa dan ikhtiar”

Seolah-olah aku dalam buaian mimpi indah yang terpancar dalam tangan-tangan bidadari istriku, dia yang selalu mengingatkanku kalau ada kelalaian beribadah, dia yang selalu membangunkanku di tengah malam untuk memohon kepada sang Illahi, dia pula yang selalu mempraktekkan kesederhanaan hidup yang dilalui, dia yang selalu menanamkan bahwa bersidekah tak perlu menunggu kaya, aku malu pada diri sendiri ternyata hidupku yang selama ini kubanggakan, hanyalah seolah-olah asesoris kehidupan yang tak berarti apa-apa. Bekerja keras sebagai upaya menyempurnakan ikhtiar, itulah hal yang selalu dia lakukan menekuni pekerjaannya. Tahap-demi tahap roda ekonomi dalam keluarga mulai tertata, tak ada keluhan sedikitpun, apa yang di dapat itulah yang dia terima dan dimanfaatkan dengan baik, kadang aku berpikir subhanallah terbuat dari apa hati istriku yang begitu baik, terasa aku begitu kecil dan banyak belajar tentang keikhlasan dari istriku tercinta.

Seiring berjalannya waktu, istriku setiap 3 hari dalam dua minggu harus pergi ke kantor tempat kerjanya di Jakarta, aku dengan istriku memang sudah komitmen menjalani itu, Aku tak menghalangi istriku untuk tetap bekerja di Asuransi Prudential yang kantor pusatnya di Jakarta, memang itu telah menjadi dunianya,  pekerjaan yang telah dirintis dan titekuni bertahun tahun, dan disanalah ia bekerja dengan penuh kesenangan dan keikhlasan.

Sedih memang sedih meskipun harus berpisah Cuma 3 hari, tapi kepercayaan yang kuberikan aku yakin tak akan disia-siakan. Meskipun baru beberapa minggu aku menjadi suami istri tapi aku yakin ia istri yang baik.         

 (BERSAMBUNG KE BAGIAN 10)

Posting Komentar untuk "BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA (CERITA BERSAMBUNG BAGIAN KE-9)"