BIANGLALA CINTA SANG KELANA BAGIAN 10

 


PELABUHAN HATI SANG KELANA 2

(Undang Sumargana)


        Rumah tanggaku kujalani dengan baik, aku merasakan hidupku makin teratur, ada perasaan bahagia yang selalu menghiasi kalbuku, aku memang beruntung punya istri yang baik, yang selalu mengantar kepergianku berangkat tugas, selalu mendoakan  sambil memeluk dan memberikan senyuman yang penuh keikhlasan, Ia selalu mengantar sampai diluar pintu depan. Bahkan yang kadang membuat aku risi dia selalu memakaikan kaos kaki sebelum bersepatu, walau selalu ku tolak tapi dia selelu mengelak dan mengatakan "Biarlah yah kan ini ladang pahala buat mamah", ia bicara dengan manja. Kuku di jariku selalu dia lihat dan di potongin, di awal-awal kadang aku sampai meneteskan air mata bahagia, sebagai wujud syukur pada Allah. Hal itu selalu dilakukan sampai saat ini .

    “Ya Allah Kau telah hadirkan, pendamping hidupku yang begitu baik” Aku berguman sendiri dalam hati, hatiku bertekad untuk memperlakukan istriku dengan perlakuan istimewa ingin sekali aku membahagiakannya sesuai dengan kemampuanku. Dialah Pelabuhan terakhir yang menemaniku menjelang usia senja, hidup bersama walau dalam kesederhanaan, makan bersama kadang dia memperlakukan aku istimewa dia sewaktu waktu menyuapi makan itulah  yang menambah kekagumanku. Dia kalau akan berangkat kerja selalu minta maaf dan minta didokan begitu pula sebelum tidur dia selalu minta maaf duluan. Mulanya aku hanya ikut ikutan tapi lama-lama menjadi kebisaan yang tak terlupakan untuk saling memaafkan. Dia pekerja keras punya penghasilan sendiri, tapi dia selalu minta ijinku untuk menggunakan uangnya. 

Satu pelajaran yang patut ku petik dari sikap ayah  mertuaku, dia selalu kasih  contoh dan mengajarkan, diantaranya bahwa kalau bertamu bawalah sesuatu untuk pribumi yang akan dikunjungi, dan kalau menerima tamu waktu pulang kalau ada berilah sesuatu untuk ia bawa pulang.Yang paling penting hargailah tenaga, waktu, keringat dan skil  orang sekecil apapun. Dari sikap ibu mertuaku ia yang selalu memperlakukan ayah mertuaku dengan perlakuan yang baik. Dan diingatkan untuk selalu bershodakoh. Jangan menunggu kaya kalau mau bershodakoh, tapi tanamkan keikhlasan setiap bershodakoh.   Dipastikan karena didikan orang tuanya ia berprilaku begitu baik. Hal ini jadi pelajaran bagi kita bahwa untuk mendidik anak itu selain dinasehati harus diberi contoh dengan baik oleh kita sebagai orang tuanya.

“Ya Allah… dia dalam hidupku teramat istimewa harapanku kepada-Mu ya Rob bisa Bersama-sama disurgamu. Aku harus sehat untuk bersama membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang”. sekian lama  sudah kujalani hidup Bersama, hari-hariku benar-benar berbunga dunia serasa kugenggam dalam telapak tangan. Madu cinta benar-benar memenuhi piala cinta kami, direguk Bersama dalam suasana yang penuh taburan bau harum. Di dalam suasana itu aku selalu bercengkrama bersama istri dan anak-anaku yang makin kucintai. Bercanda dengan rasa suka yang melimpah, limpahan kesukaan itu merembak melimpah ke luar menciptakan sungai cinta yang mengalir dalam perjalanan waktu. Hidupku mulai menapak untuk sedikit sedikit belajar ikhlas dalam pendekatan pada Allah. Istriku  yang selalu mengingatkan, untuk  berbuat kebaikan itulah hakekat hidup dalam keluarga yang sesungguhnya. Terasa berat untuk berbuat baik tapi dari kebaikan yang kita perbuat akan berbuah manis.

Bersama istriku hidupku selalu penuh harapan, penuh bunga penuh kisah dan cerita, penuh  rancangan seolah olah diusia menjelang senja ini seperti mau hidup 1000 tahun lagi. Walau ada berselisih paham, tapi selalu diselesaikan dengan penuh pengertian.

“Mah kita harus Bahagia” Suatu saat aku memulai percakapan waktu duduk bersantai.

“Ya memang harus,   bahagia itu tidak sulit, bahagia itu sederhana”. 

“Jadi kita memiliki kemampuan untuk bahagia?”.

“Ya, kenapa tidak, semua orang mempunyai kemampuan kuncinya adalah keikhlasan”.

“Justru membuka kunci keikhlasan itu yang sulit kita lakukan”

“Taka ada yang sulit kalau kita terus belajar didasari keyakinan kepada Allah,  pengalaman ayah selama ini, pengalaman mamah selama ini mari kita jadikan guru terbaik untuk menata hidup penuh optimis”

Percakapan itu selalu kuingat, terngiang-ngiang ditelingaku, kata-kata itu seperti putaran rekaman yang membawa aku kedunia harapan yang penuh optimis, usiaku menjelang senja tapi jiwaku terasa masih remaja. Jiwa keras dan egoku mulai melunak dibentuk dalam tempaan kasih sayang istriku yang terasa terus mengalir.

”Aku harus berusaha jadi orang baik” suara hatiku terus mengusik nuraniku.

“Ya kau perlu memperbaiki hidup lebih baik” buat apa aku  hidup lama kalau tak bisa berbuat baik. Berbuat baik akan lebih menguntungkan. Karena pada hakekatnya hidup adalah ibadah. Suatu kekuatan aneh mulai merayap menjalar dalam darahku, rasa suka mulai menjalar ke langit, melibas berbagai kenangan pahit yang dulu menimpuk rasa duka dan nyeri yang melompat ke hati.

Perjalanan waktu terasa begitu cepat seperti anak panah yang melesat dari busurnya putriku dan putra bungsuku menimba ilmu di pesantren Cipasung dan  bersekolah di MAN dan SMP Islam Cipasung. Itu menjadi kebanggaan bagiku selaku orang tua. Santri yang kadang oleh orang dipandang sebelah mata, tapi bagiku justru sebaliknya,  bagiku anak anak masuk pesantren hal yang menjadi kebanggaan,  serta  inspestasi yang tiada ternilai.

Pagi itu  matahari pagi mencuat dari timur, warna sinarnya yang marak seperti memancarkan kehidupan baru yang penuh gairah, kilauan matahari pada dedaunan seperti melukiskan harapan yang tak pernah pudar, hidup itu memang binar-binar cahaya yang seperti percikan api yang keluar dari unggun raksasa. 

“Ya, hidup ini memang akan terasa indah”

“Tapi hidup itu bukan kalau,  tapi harus dijalani”.

  ”Ya kita sudah menjalani hidup bersama, waktu yang cukup lama mengingat rentang usiaku yang menuju senja”  dalam hatiku kadang timbul rasa bersalah. Selama ini mungkin hidupku sia-sia belum bisa memberi makna pada diriku sendiri, apa lagi memberi arti pada bangsa, terasa aku hanyalah sebutir debu yang tak berarti apa-apa. Mengingat kesana begitu kecil rasanya diriku tak ada yang patut dibanggakan apalagi disombongkan. Sedikit – sedikit egoku mulai terkikis walau kadang masih berbekas tak bisa hilang sama sekali. Aku sadar memang kita tak bisa menyelesaikan masalah dengan menyesal dan meratapi sesuatu yang sudah berlaku. Hidup hari ini,  kita bekerja hari ini untuk memetik  hasilnya esok hari. Hidupku sendiri harus kujalani dalam siklusnya sendiri. Bertahan pada keadaan yang sukar insya allah akan memetik buah hasil yang menyenangkan.

Cahaya mentari yang makin terang seperti ditaburkan dari langit, menciptakan suasana siang di desaku dalam gairah kerja di hati penduduk desa, ada kerinduan pada bunga bunga sehingga bunga itu berputik dan berbuah yang akhirnya menumbuhkan bulir-bulir padi dari hasil keringat dari penghuni desa. Kadang aku merenung untuk memamahi apa sesungguhnya guna manusia hadir di bumi ini. Hanya yang ku dengar dan mulai kupahami bahwa manusia adalah khalipah Allah di muka bumi.

Bumi seperti tersenyum. Langit seperti tersenyum,pepohonan juga seperti tersenyum menikmati percakapan aku dengan istriku, juga percakapn dengan diriku sendiri.

Aku kelana yang telah letih mengembara, yang kini sudah mendapat pelabuhan hati.


(BERSAMBUNG KE BAGIAN 11)

3 komentar untuk "BIANGLALA CINTA SANG KELANA BAGIAN 10"