MENGENANG BUDAYAWAN LEGENDARIS AJIP ROSIDI DENGAN PUISINYA “JANTE ARKIDAM”

 MENGENANG    BUDAYAWAN LEGENDARIS  AJIP ROSIDI

DENGAN PUISINYA “JANTE ARKIDAM”

(Undang Sumargana)

Ajip Rosidi lebih dikenal sebagai  sastrawan Indonesia. Ia memperoleh banyak penghargaan, di antaranya dalam Kongres Kebudayaan tahun 1957 di Denpasar,  mendapat Hadiah Sastra Nasional  untuk sajak-sajak yang ditulisnya tahun 1955-1956  Ia lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938  dan meninggal di Magelang, 29 Juli 2020 pada umur 82 tahun              Ajip Rosidi atau Ayip Rosidi adalah tokoh penting bagi Indonesia. Ia menekuni banyak pekerjaan, mulai dari, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit. Ia adalah pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage. Beliau  telah jauh lebih dari cukup mewariskan pemikiran, kebersahajaan, dan karya yang tak pernah lekang oleh waktu, sangat pantas apabila dia  digelari sastrawan dan budayawan besar Indonesia.

karya legendaris beliau, harum dikenal dan dibacakan oleh banyak orang yang berkecimpung di dunia kesusastraan Indonesia ataupun Sunda.

Beliau bukan hanya sastrawan dan budayawan, melainkan seorang pengajar yang ulet. Tercatat pernah menjadi pengajar di universitas di Jepang tahun 1967, kemudian pada tahun 80-an diundang dan dianugerahi guru besar tamu di Osaka University dalam bidang bahasa asing. Tidak hanya itu, beliau pada tahun yang sama mengajar pula di Kyoto Sangyo University dan Tenri University.

Karya  beliau yang sangat terkenal diantaranya “Jante Arkidam”. Jante Aarkidam merupakan   kumpulan sajak karya Ajip Rosidi. Jante Arkidam diterbitkan di Jatiwangi, Cirebon oleh penerbit Cupumanik pada tahun 1967 dengan tebal 44 halaman. Kemudian, cetakan kedua diterbitkan oleh penerbit Pustaka Bandung pada tahun 1989. Terakhir, kumpulan sajak ini atau cetakan ketiga diterbitkan kembali di Bandung oleh PT Kiblat Buku Utama (seri Girimukti) pada tahun 2008 dengan tebal 66 halaman.          Jante Arkidam adalah awalnya sebuah kumpulan sajak Sunda, tapi kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Jante Arkidam memuat 22 buah sajak yang ditulis oleh pengarangnya antara tahun 1957–967. Jante Arkidam dimuat secara kronologis dan sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah-majalah terbitan bahasa Sunda. Sajak-sajak dalam Jante Arkidam ditulis di Jatiwangi, Jakarta, Sumedang dan Bandung.

 Jante Arkidam berkisah tentang seorang penjahat atau buronan polisi bernama Jante Arkidam, lengkap dengan semua tindak kejahatan Sang Jante. Sajak Jante Arkidam mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Dalam karya tersebut  Ajip Rosidi menampilkan karakter Jante Arkidam, yang digali dari khasanah budaya Pasundan, Jawa Barat. Pembaca sajak ini akan hanyut  membayangkan dirinya sebagai Jante Arkidam. Pembaca akan berempati dan bersimpati kepada Jante Arkidam, menyanyikan kemenangan dan segala  ketegangan yang dirasakan, yang mengharapkan Jante lolos dari kejaran para pemburunya. Namun, dalam kenyataan, orang akan bertindak sebaliknya, yaitu mengharapkan orang-orang seperti Jante Arkidam tertangkap dengan segera. Ajip Rosidi sabagai penyair yang berpengalaman dengan bijak  dapat menangkap serta merasakan aspirasi masyarakat, yang senang dengan ketokohan Jante Arkidam. Sebagai penjahat yang sakti   Jante Arkidam mampu melakukan apa yang diinginkannya yang tidak dapat diperbuat oleh masyarakat pada waktu itu kepada para pejabat sombong antek-antek penjajah Belanda  seperti mempecundangi mantri polisi dan wedana, Judul buku “Jante Arkidam”, diambil dari judul sajak pertama, yang merupakan  sebuah sajak epik (balada) tentang seorang jagoan, buronan polisi, yang bernama Jante Arkidam, yang rupanya diangkat dari khasanah ceritera rakyat. Sajak ini pernah ditulis pula oleh pengarangnya dalam bahasa Indonesia dan dimuat dalam kumpulan Cari Muatan (1959), serta telah dibicarakan secara panjang lebar oleh A. Teeuw.

Selanjutnya sebagai ilustrasi disini akan disajikan Sajak ”Jante Arkidam” dalam bentuk aslinya Bahasa Sunda dan puisi terjemahan  tersebut:

Sajak Sunda


JANTE ARKIDAM

  Karya: Ajip Rosidi


Panon beureum siki saga

Leungeunna seukeut lalancip gobang

Niplasan badan palapah gedang

Arkidam, Janté Arkidam


Di pangaduan di kalangan ronggéng

Ngan hiji jagoan

Arkidam, Janté Arkidam


Ti peuting angkeub ku mendung

Janté raja alam peteng

Matek aji panarawangan

Manjing ka liang sasoroting sinar

Jaruji beusi pakgadé miley ku ramona


Ti peuting ngadalinding wangi

Janté raja dina tayuban

Ngagakgak seuri ngibingan ronggéng


“ Mantri Pulisi ngalieuk ka dieu !

Bantingkeun kartu Bantingkeun dadu !

Wadana, ulah nundutan di dinya!

Urang ngibing jeung kula – Janté Arkidam !”


Silih teuteup

Wadana jeung Mantri pulisi :

“Janté, Janté Arkidam!

Ngabongkar pak gadé peuting tadi

Ayeuna makalangan di nu tayuban!”


“Enya, kaula Janté Arkidam

Sing saha nu wani maju rék di tigas

Leungeunna kula lalancip pedang!”


Ngahéphép sapanglalajoan

Neuteup ka Janté nu matana ngembang wéra


“Ku naon neuteup ka kula?

Teruskeun ngibing, peuting nyérélék béak”


Ramé deui kalangan, ramé deui pangaduan

Janté masih ngibing nyolémpang saléndang

Nguyup arak sloki ka salapan likur


Waktu beurang datang, Janté ngagolér

Diburu ku Mantri pulisi :

“Janté, Janté Arkidam, Nusa Kambangan!”


Ngagisik hayang sidik

Janté mencrong mantri pulisi:

“Ki Mantri, tindakan andika léléwa bikang

Ngabokong jalma keur tibra!"


Arkidam ditalikung leungeunna dua

Sorot matana ngentab seuneuan


Saméméh béak poé kahiji

Janté minggat nitih cahya

Kaluar ti panjara


Saméméh cuntuk peuting kahiji

Mantri pulisi nyungseb di dasar walungan

Teu nyawaan


“Saha nu jago nungtut béla?

Datang mun kaula nyaring!”

Lalau di bawah ini Puisi terjamahan “Jante Arkidam” dalam Bahasa Indonesia


JANTE ARKIDAM

                                                            Karya: Ajip Rosidi


Sepasang mata biji saga

Tajam tangannya lelancip gobang

Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang

Arkidam, Jante Arkidam


Dinding tembok hanyalah tabir embun

Lunak besi di lengkungannya

Tubuhnya lolos di tiap liang sinar

Arkidam, Jante Arkidam


Di penjudian, di peralatan

Hanyalah satu jagoan

Arkidam, Jante Arkidam


Malam berudara tuba

Jante merajai kegelapan

Disibaknya ruji besi pegadaian


Malam berudara lembut

Jante merajai kalangan ronggeng

Ia menari, ia ketawa


‘mantri polisi lihat ke mari!

Bakar mejajudi dengan uangku sepenuh saku

Wedanan jangan ketawa sendiri!

Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat

Bersama Jante Arkidam menari

Telah kusibak rujibesi!’


Berpandangan wedana dan mantripolisi

Jante, Jante; Arkidam!

Telah dibongkarnya pegadaian malam tadi

Dan kini ia menari!’


‘Aku, akulah Jante Arkidam

Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya

Batang pisang,

Tajam tanganku lelancip gobang

Telah kulipat rujibesi’


Diam ketakutan seluruh kalangan

Memandang kepada Jante bermata kembang

Sepatu


‘mengapa kalian memandang begitu?

Menarilah, malam senyampang lalu!’


Hidup kembali kalangan, hidup kembali

Penjudian

Jante masih menari berselempang selendang


Diteguknya sloki kesembilanlikur

Waktu mentari bangun, Jante tertidur


Kala terbangun dari mabuknya

Mantripolisi berada di sisi kiri

‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’


Digisiknya mata yang sidik

‘Mantripolisi, tindakanmu betina punya!

Membokong orang yang nyenyak’


Arkidam diam dirante kedua belah tangan

Dendamnya merah lidah ular tanah


Sebelum habis hari pertama

Jante pilin ruji penjara

Dia minggat meniti cahya


Sebelum tiba malam pertama

Terbenam tubuh mantripolisi di dasar kali


‘Siapa lelaki menuntut bela?

Datanglah kala aku jaga!’


Teriaknya gaung di lunas malam

Dan Jante berdiri di atas jembatan

Tak ada orang yang datang

Jante hincit menikam kelam


Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali

Jante datang ke pangkuannya


Mulut mana yang tak direguknya

Dada mana yang tidak diperasnya?

Bidang riap berbulu hitam

Ruas tulangnya panjang-panjang

Telah terbenam beratus perempuan

Di wajahnya yang tegap


Betina mana yang tak ditaklukkannya?

Mulutnya manis jeruk Garut

Lidahnya serbuk kelapa puan

Kumisnya tajam sapu injuk

Arkidam, Jante Arkidam


Teng tiga di tangsi polisi

Jante terbangun ketiga kali

Diremasnya rambut hitam janda bawahnya


Teng kelima di tangsi polisi

Jante terbangun dari lelapnya

Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya

Berdegap langkah mengepung rumah

Didengarnya lelaki menantang:

‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’


‘Datang siapa yang jantan

Kutunggu di atas ranjang’


‘Mana Jante yang berani

Hingga tak keluar menemui kami?’


‘Tubuh kalian batang pisang

Tajam tanganku lelancip pedang’


Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap

Memandang hina pada orang yang banyak

Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah

‘hei, lelaki matabadak lihatlah yang tegas

Jante Arkidam ada di mana?’


Berpaling seluruh mata kebelakang

Jante Arkidam lolos dari kepungan

Dan masuk ke kebun tebu


‘Kejar jahanam yang lari!’


Jante dikepung lelaki satu kampung

Dilingkung kebun tebu mulai berbunga

Jante sembunyi di lorong dalamnya


‘Keluar Jante yang sakti!’

Digelengkannya kepala yang angkuh

Sekejap Jante telah bersanggul

‘Alangkah cantik perempuan yang lewat

Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’


‘Jante tak kusua barang seorang

Masih samar, di lorong dalam’


‘Alangkah Eneng bergegas

Adakah yang diburu?’


‘Jangan hadang jalanku

Pasar kan segera usai!’


Sesudah jauh Jante dari mereka

Kembali dijelmakannya dirinya


‘Hei lelaki sekampung bermata dadu

Apa kerja kalian mengantuk di situ?’


Berpaling lelaki ke arah Jante

Ia telah lolos dari kepungan


Kembali Jante diburus

Lari dalam gelap

Meniti muka air kali

Tiba di persembunyiannya.

Dari isi sajak /puisi tersebut   kita dapat menyimpulkan, bahwa   perwatakan dari tokoh Jante dia berasal  dari lingkungan sosial yang pedalaman, masih banyak perjudian, mabuk, ataupun wanita penghibur mepengaruhi keadaan psikis Jante. Dia seorang yang sakti hidupnya  menjadi urakan, hidup semaunya dan dia menjadi preman yang disegani.  Dia orng yang sakti, dengan kondisi fisiknya yang kuat  tegap, matanya tajam digambarkan dengan kata “ matanya merah buah saga,  perwatakan yang garang, sangar yang ditakuti para lelaki, namun banyak dikagumi  kaum perempuan. Hal ini terbukti dari banyaknya para wanita yang jatuh ke dalam pelukan Jante. Mereka seakan terpesona akan charisma  Jante yang gagah lagi sakti.


Sumber Tulisan::

Hartoko, Dick dan Rahmanto. 1996. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kansius.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka

Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Posting Komentar untuk "MENGENANG BUDAYAWAN LEGENDARIS AJIP ROSIDI DENGAN PUISINYA “JANTE ARKIDAM”"