SAPARDI DJOKO DARMONO SANG PENYAIR ROMANTIS YANG MELANKOLIS

 SAPARDI DJOKO DARMONO SANG PENYAIR ROMANTIS

 YANG MELANKOLIS

Dalam dunia puisi Prof, Dr.  Sapardi Djoko Damono, merupakan salah satu penyair romantis Indonesia. Hal ini karena banyak karya karya puisinya yang begitu romantis  yang mampu menyentuh hati masyarakat. Ia sosok yang memprakarsai musikalisasi puisi dengan irama yang melankolis, sehingga tak heran ia disebut penyair romantic yang melankolis. Hal itu pula yang menjadikan puisi digemari para remaja. Prof. Dr. Sapardi Djoko Darmon adala seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka, ia lahir di Kampung Baruno. Solo 20 Maret 1940 – 19 Juli 2020) Ia adalah putra pertama pasangan Sadyoko dan Saparian. Dalam dunia kesastraan Indonesia, Sapardi kerap dipandang sebagai sastrawan angkatan 1970-an.  Dalam masa mudanya ia bertempat tinggal d di Surakarta. 

Pendidikan yang   ia tempuh, di SD Inpres Nagaraherang, pendidikan menengah di SMP Negeri 2 Surakarta (lulus 1955) dan melanjutkan ke  SMA Negeri 2 Surakarta (lulus 1958). Pada masa ini, Sapardi sudah mulai menulis banyak karyanya dikirimkan ke majalah majalah. Kesukaannya menulis terus ditekuninya dan terus  berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia pun  sempat menempuh studi di University of Hawaii, Honolulu, setelah itu Sapardi menempuh program doktor di Fakultas SastraUI dan lulus pada tahu 1989.                

Dalam karirnya Sapardi setelah lulus kuliah 1964, menjadi pengajar pada Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Malang di Madiun sampai 1968 , tahun 1973 ia sempat bekerja di Semarang dan pindah ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison. . Sejak 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia. Sapardi diangkat jadi Guru Besar kemudian  ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999.  . Pada masa tersebut, Sapardi juga menjadi redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country Ia pun menjadi  editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur. Setelah purna tugas sebagai dosen di UI pada tahun 2005, Sapardi masih mengajar di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Di sela-sela kesibukannya ia  tetap menulis fiksi maupun nonfiksi. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. 

Akhirnya Allah dengan kuasanya memanggil sang penyair legendaris yang melankolis pada hari Minggu  19 Juli di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Sang Penyair legendaris yang romantis telah tiada tapi karya-karyanya tetap dikenang abadi di dalam hati. 

Berikut ini beberapa karya puisi Supardi Djoko Darmono untuk kita apresiasi:

1. Hujan Bulan Juni

 

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu


tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu


2. Hatiku Selembar Daun


Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput;


Nanti dulu,

biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,

yang selama ini senantiasa luput;


Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.


3. Pada Suatu Hari Nanti


Ilustrasi (credit: Freepik)

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.


Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.


Kau akan tetap kusiasati,


Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.


4. Sajak Kecil Tentang Cinta


Ilustrasi (credit: Freepik)

Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat


Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintai-Mu harus menjelma aku

 

5. Sajak Tafsir


Kau bilang aku burung?

Jangan sekali-kali berkhianat

kepada sungai, ladang, dan batu.

Aku selembar daun terakhir

yang mencoba bertahan di ranting

yang membenci angin.

Aku tidak suka membayangkan

keindahan kelebat diriku

yang memimpikan tanah,

tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku

ke dalam bahasa abu.

Tolong tafsirkan aku

sebagai daun terakhir

agar suara angin yang meninabobokan

ranting itu padam.


Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat

untuk bisa lebih lama bersamamu.

Tolong ciptakan makna bagiku,

apa saja — aku selembar daun terakhir

yang ingin menyaksikanmu bahagia

ketika sore tiba.


6. Kita Saksikan


kita saksikan burung-burung lintas di udara

kita saksikan awan-awan kecil di langit utara

waktu itu cuaca pun senyap seketika

sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya


di antara hari buruk dan dunia maya

kita pun kembali mengenalnya

kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata

saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia

1967


Sumber bacaan

1.    Sastrawan Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia Kompas

2.    Anonim. "Berita Duka: Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono Berpulang". Berita Falultas Ilmu Budaya         UI.

7.  "Obituari Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono". Institut Kesenian Jakarta IKJ. 2020-07-20. 


Posting Komentar untuk "SAPARDI DJOKO DARMONO SANG PENYAIR ROMANTIS YANG MELANKOLIS"