PRIANGAN SI JELITA
![]() |
PRIANGAN SI JELITA |
Priangan Si Jelita gambaran eloknya alam priangan yang dituangkan dalam sebuah puisi Karya: Ramadhan K.H. Begitu apiknya sang penyair menggunakan diksi dalam puisi tersebut. Begitu hebatnya pesona alam yang digambarkan dengan kata-kata pilihan pengarang. “Jamrud di pucuk-pucuk”, “Jamrud di air tipis menurun”, itu mereupakan ungkapan kata yang dalam bayangan pembaca, gemerlap cahaya Jamrud di embun yang tersinari cahaya matahari pagi.
Priangan Si Jelita, sebuah sebuah karya sastra yang patut kita banggakan, sehingga dari karya tersebut sampai bangsa didunia makin penasaran untuk mengenal dan membuktikan keindahan alam priangan.
Selamat membaca dan mengapresi Puisi, Priangan Si Jelita karya Ramahan K.H
PRIANGAN SI JELITA
(Karya Ramadhan K.H)
Priangan Si Jelita (1)
Seruling di pasir ipis, merdu
antara gundukan pohon pina,
tembang menggema di dua kaki,
Burangrang – Tangkubanprahu.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun.
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit.
Nyanyikan kentang sudah digali,
kenakan kebaya merah ke pewayangan.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.
Priangan Si Jelita (2)
Harum madu
di mawar merah,
mentari di tengah-tengah.
Berbelit jalan
ke gunung kapur,
antara Bandung dan Cianjur.
Dan mawar merah
gugur lagi,
sisanya bertebaran
di kekeringan hati.
Dan belit jalan
menghilang lagi,
sisanya menyiram
darah di nadi.
Priangan Si Jelita (3)
Kembang tanjung berserakan
di jalan abu menghitam,
ditusuk bintang di timur,
hati luka di pekuburan.
Mau pergi, nak?
— Ya, Ma.
Ke mana?
— Entah, turutkan jejak lama.
Tak singgah dulu, Nak?
— Ya, Ma,
singgah cucurkan air mata.
Kembang tanjung berserakan
dipungut gadis berdendang.
Gede mengungu di pagi hari,
bintang pudar, bulan pudar,
si anak tinggalkan pekuburan,
bersedih hati.
Kembang tanjung berserakan,
dan melayu di tali benang.
Priangan Si Jelita (4)
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat musim penghujan.
Gadis-gadis menyongsong pagi
di pucuk-pucuk teh yang menggeliat,
di katil orang lain menanti.
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat angin dari selatan.
Ujang-ujang menyongsong hari
memikul kentang ubi galian,
dengan belati orang lain menanti.
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
juga penyair dinanti tikaman orang.
Priangan Si Jelita (5)
Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak.
Dan mawar merah
disobek di tujuh arah,
dikira orang menyanyi,
lewat di kayu kecapi.
Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak.
Dan perawan sendirian,
disamun di tujuh jalan,
dikira orang menyanyi,
tangiskan lagu kinanti.
Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak.
Priangan Si Jelita (6)
Seruling berkawan pantun
tangiskan derita orang priangan,
selendang merah, merah darah
menurun di cikapundung.
Bandung, dasar di danau
lari tertumbuk di bukit-bukit.
Seruling menyendiri di tepi-tepi
tangiskan keris hilang di sumur,
melati putih, putih hati,
hilang kekasih dikata gugur.
Bandung, dasar di danau,
derita memantul di kulit-kulit.
Baca judul lainnya:
- SUKU SUNDA DAN KAREKTERISTIK ORANG SUNDA
- KESEPIAN YANG MELANDA KEHIDUPAN MANUSIA DALAM SEBUAH PUISI
- KEMANA AKU HARUS MELANGKAH
- BALADA SI KUTU LONCAT
Priangan Si Jelita (7)
Setengah bulatan bumi
kusilang arah membusur,
nyatanya
aku hanya pengembara.
DI SINI
Seruling dan pantun
di malam gelap
menyeret pulang
turun di kali Citarum.
Dan aku kembali
ke pangkuan asal.
Bunda,
dan aku kembali
ke pelukan asal.
Kiranya
dengan tambah aku!
Sumber: Priangan Si Jelita (2003)
Posting Komentar untuk "PRIANGAN SI JELITA PESONA ALAM DALAM PUISI RAMADHAN K.H"