SAAT SANG MERAH PUTIH BERKIBAR
(Bagian 1)
Oleh : Undang Sumargana
![]() |
SAAT SANG MERAH PUTIH BERKIBAR BAGIAN 1 |
Ringkasan jalan Cerita
Cerita ini adalah sebuah kisah pejuang kemerdekaan yang kadang kadang dilupaka norang, padahal merekalah para pejuang sejati yang merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri kita tercinta. Kadang-kadang ada orang merendahkan seseorang bersipat arogan karena sedang berkuasa. Padahal kebanyakan orang-orang yang hidup dimasa sekarang banyak oknum yang pamer kekuasaan pamer kekayaan tak peduli dari hasil korupsi memeras darah rakyat, tapi tak sedikit penjabat yang baik hidup lurus untuk mengabdi betul betul dirinya adalah anak bangsa yang berkiprah dengan menyandarkan pada kuasa Illahi.
Ini hanyalah sebuar Cerita yang fiktif tapi bisa ada fakta dalam kehidupan nyata. Mohon maaf bila ada nama, kesatuan dan instansi yang tertera dalam tulisan ini. Ini hanyalah gambaran si pengarang saja yang bermaksud menanamkan rasa nasionalisme pada anak-anak bangsa.
Selamat membaca !
Hanya dengan inilah kami bisa berkiprah
Pasukan Paskibra di lapangan tengah menaikan bendera, semua menghormat bendera dengan rapih dan hidmat. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama naiknya sang merah putih menuju puncak tiang. Akhirnya sampai pula di puncak tiang bersamaan dengan selesainya Lagu Indonesia Raya.
Tidak jauh di pinggir Lapangan seorang kakek tua dari tadi ia ikut menghormat penuh hidmat. Dengan pakaiannya yang lusuh sebuah karung penuh dengan sampah bekas minuman diletakkan di pinggir lapang. Entah dari mana ia berasal tak seorangpun mengenalinya, hanya orang menduga bahwa ia seorang kakek pemulung yang hidupnya miskin dan terlunta lunta. Dalam benaknya ia terbayang kehidupan waktu muda, menyandang senjata ikut berperang bersama tentara lainnya mempertahankan kemerdekaan Indonesia saat terjadi agresi Belanda ingin merebut kembali kemerdekaan. Begitu dikagumi kawan-kawannya karena ia terkenal keberaniannya dan kepandaian menembak yang tak pernah meleset. Ia berpangkat kopral pada waktu itu dan ia dipimpin oleh komandannya yang bernama letkol Suryadi.
Dalam benaknya teringat bagaimana pertahananya dihancurkan dan kematian kawan-kawannya yang mengerikan mati bersimbah darah, yang ia ingat ia bersama komandannya ditangkap hidup-hidup dan ditawan ke markas pasukan Inggris yang datang memboncengi pasukan Belanda. Kopral Hadi ia selalu dipanggil kawan-kawannya.Tiba - tiba ia terkejut mendengar bentakkan seorang Satpol PP, yang menghardik dia untuk menjauhi tempat itu.
"Hai berandalan pergi kau dari sini, jangan ganggu orang melihat keadaanmu yang lusuh dan menjijikan". Sakit hatinya, tapi ia tak bisa apa-apa. memang ia hanya kakek pemulung, tapi setidaknya dia ingin menyaksikan jalannya Upacara Kemerdekaan yang ke-78. Di uasianya yang sudah lebih dari 90 tahun mungkin saat terakhir ia menyaksikan upacara kemerdekaan. Hebatnya orang tua itu masih sehat, badanya masih tegar, meskipun pakaiannya sudah tak layak tapi setidaknya ia masih bisa menghidupi hidupnya jadi pemulung. "Hai ayo cepat pergi tuh pak Komandan mau lewat sini, ayo jauh jauh jangan rusak pemandangan".
Ia sudah melangkah menjauhi tempat itu, tapi sorang TNI muda menghampirinya berpangkan Let Kol tak ragu-ragu memegang tangannya,
"Ikut dengan saya Kek?" Ia keheranan begitu halusnya perkataan dia dan begitu halusnya pegangan yang dia lakukan.
"Tidak Pak nanti badan dan baju saya mengotori Bapak".
"Ayolah Kek, naiklah ke mobil saya bersama teman saya". Ia dipaksa dipegangi oleh anggota TNI lain yang pangkatnya dibawahnya,
Akhirnya ia didukkan di jok bagian tengah, ia merasa terkejut, dalam pikirnya gara-gara ia menyaksikan upacara ia harus berurusan dengan seorang kepala Kodam Jawa Barat.
"Akan di bawa kemana aku ini pak?, maafkan kesalahan kakek bila kehadiran kakek tadi merupakan kesalahan yang besar!"
"Tidak Kek, kakek tidak salah, malah tadi kulirik kakek menghormat bendera dengan penuh hidmat?" perkataan anak muda yang bertutur dengan halus setidaknya sangat melegakan, bahwa ia akan baik-baik saja.
"Maaf kek Kakek ikut dulu dengan saya kekantor, nanti ikut saya ke rumah. Ia hanya mengangguk tandanya menyetujui. setibanya dikantor ia dibawa keruangan khusus keruangan Kepala Kodam ruangan tempat komandan itu berkerja.
"Maaf, Kek kakek tunggu sebentar di sini, di kamar mandi kakek bisa mandi sepuasnya saya sudah sediakan tempat dan nanti bisa ganti pakaian yang telah saya siapkan".
Hatinya heran betapa baiknya anak muda yang berpangkat tinggi itu, tapi iamasih bertanya, apa yang akan diperbuat terhadapnya, tidakah ia akan di tahan seperti oleh tentara Belanda dulu?, Tapi ia menurut saja sebab tak ada pilihan lain, biarlah ia menikmati sisa hidupnya dalam tahanan.
Kek duduk di sini, maaf kakek harus makan dulu nih seadanya, bersama -sama saya.
"Maaf nak Kakek merepotkan, maafkan Kakek nak, kakek sudah bersalah ikut mengotori pemandangan dalam upacara tadi".
"Tidak Kek. Kakak tidah salah, nanti kakek akan dipertemukan dengan teman Kakek seperjuangan dulu, sudahlah makan dulu nanti kita teruskan percakanpannya".
Selesai makan Komandan itu mengajak Kakek bercakap-cakap.
"Kek nama kakek Hadi kan?"
"Ia nak dari mana tahu nama saya?"
"Kakek dulunya seorang pejuang kan".
"Ia nak tapi Kakek hanya pejuang kecil, yang tak bisa menyelamatkan komandan saya pada waktu itu"
"Komandan Kakek pada waktu itu Supriadi kan?"
"Kok nak bisa tahu semua?" ingatanya kembali kepada persistiwa puluhan tahun, saat ia menyelamatkan komandanya, dengan caram menusukan pisau pada tentara Belanda yang akan menembaknya, ia tusukkan pisau dan pada waktu itu ia ta ingat apa-apa karena pukulan bedil laras panjang dari belakang.
"Sudahlah Kek, aku betul-betul bahwa kakek adalah orang yang saya cari. reaksi anak muda itu dengan penuh kegembiraan. dan penuh rasa hormat kepada Kakek itu.
"Apa salahku Nak, sedemikian jahatkah kakek sampai di cari-cari jadi buronan?"
"Tidak Kek, Kakek tidak jahat, malah Kakek orang yang sangat penting yang saya cari, sudahlah sekarang Kakek ikut ke rumah saya, Kakek akan saya pertemukan dengan orang yang telah kakek tolong dan Kakek adalah orang yang sangat penting dalam hidupnya." Keheranan menyelimuti hatinya tapi ia tak bernai bertanya terus terusan, biarlah ia menurut saja apa yang dilakukan komandan muda itu.
Tak lama ia sudah berada di dalam mobil, yang akhirnya membawanya di sebuah rumah, yang tak begitu mewah tapi begitu luas resik dan terkesan natural. Tak lama kakek itu disuruh turun dan dipersilakan untuk masuk rumah.
"Kakek duduk dulu di sini, tunggu sebentar".
" Ya Nak" Ia masih merasa keheranan ada apa komandan Muda itu memperlakukannya begitu istimewa.
"Hadi, ini betul Hadi?" tiba tiba datang seorang tua tak jauh usianya dari dirinya.
"Pak jendral, ini betul Pak Supriadi Komandan saya" Keduanya saling berpelukan, begitu terharunya pertemuan mantan dua pejuang itu, tangisan keharuan kegembiraan sungguh suatu pertemuan yang melahirkan suatu anugrah yang luar biasa.
"Maafkan aku Hadi, aku begitu lama menjelajahi negrei ini, baru sekarang ini Allah mempertemukan kita, melalui Putraku, sekali lagi maafkan aku, kau yang telah berjasa mengorbankan nyawaku, kau yang membunuh tentara Belanda yang akan menembakku, tanpa memperhitungkan keselamatan dirimu. Keduanya terus berangkulan dengan suatu tangisan haru. Alhamdulillah Ya Allah, dalam sisa-sia usia kita yang renta kita masih dipertemukan.
BACA JUGA JUDUL
- MBAH JUM PENDUDDUK BUMI YANG BIKIN IRI BIDADARI
- 6 MANFAAT DAN 5 BAHAYA MINUM TEH
- 15 LINK TIBBON AYO GUNAKAN UNTUK MENYAMBUT KEMERDEKAAN RI KE -78
- BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA 2
"Pak Komandan, bagaimana Bapak pada waktu itu bisa selamat?"
"Sudah jangan panggil aku Bapak, kita kan bukan tentara lagi, kita kan hanya kekek yangsudah renta, panggil saja aku akang, ceritanya kan pada waktu itu kau membunuh seorang tentara kafir yang siap menembakku, melihat dia tersungkur aku lari, menyelamatkan diri, dikira kau ikut, lari tapi ternyata kau tidak mengikutiku, aku segera berbelok arah mengintip tampat yang tadi, ternyata kau sudah digiring, dengan tangan terikat diikuti 10 tentara kafir, dalam hati aku ingin menyelamatkanmu, tapi melihat begitu ketatnya kau dijaga 10 tentara musuh, aku tak mampu berbuat apa apa.
"Aku bergabung dengan pasukan pejuang lain, mencari informasi keberadaanmu, 3 hari kemudian setelah menyusun kekuatan, ku serang markas mereka, siapa tau kau ada di sana. Tapi setelah ku abrak abrik markas musuh ternyata kau tidak ada, hanya mayat mayat tentara musuh yang ku temukan berserakan, Berpuluh puluh tahun aku mencarinya, malah aku sudah putus asa, hari ini kita dipertemukan suatu anugrah yang begitu besar, ternyata kau masih hidup, kita masih dipertemukan Ya Allaaah" Orang tua itu tak kuasa lagi menahan haru kesedoihan kegembiraan dan rasa syukur mengaduk ngaduk perasaan hatinya'.
Angin di luar berhembus kecil, menerpa pepohonan yang tumbuh disekitar rumah, gerimis kecil menerpa dedaunan seolah merasakan pertemuan yang begitu mengharukan, keduanya larut dalam suatu perasaan yang begitu dalam.
"Sekarang giliranmu untuk bercerita bagaimana kau masih bisa selamat".
"Baik Kang aku ceritakan perjalananku, pada waktu itu aku di bawa kemarkas, mengalami berbagai siksaan, tapi Allah masih menanganugarahkan aku untuk hidup, pada waktu itu setelah 3 hari aku aku berada di markas mereka, hidungku mengeluarkan darah akibat siksaan yang merekalakukan, oleh seseorang yang merupakan teman mereka aku disuruh membasuhnya ke kamar mandi, lalu dia berbisik, "lihat jendela loloskan diri dari sana" aku heran dan ternyata setelah aku berada dikamar mandi jendelanya sudah tak berkaca dan cukup lebar untuk keluar dari sana, aku berhasil meloloskan diri, hanya yang jadi pertanyaanku siapa orang yang membisikan aku memberi kode untuk meloloskan diri, aku terlunta-lunta keluargaku semua sudah menninggal, rumah peninggalan orang tua sudah dikuasai orang, pernah ada orang datang memaksa untuk menguruskan tunjangan peteran pejuang, dia betul-betul setengah memaksa, tapi rupanya hanya menipu saja sampai jutaan, aku disuruh meminjam uang, tapi akhirnya aku diberi pinjaman orang, ternyata aku tidak diakui sebagai peteran pejuang, dan akhirnyaaku ditagih orang yang memberikanutang untuk pengurusan tersebut. Alhamdulillah aku mencicilnya dengan hasil jadi pemulung, dan aku berteduh dimana saja asal aku bisa tidur. satu aktivitas yang tak pernah kulupakan mengerjakan sholat, itupun aku tak berani mengerjakan dimesjid, sebab melihat penampilanku sering orangmengusirnya. Tadi subuh aku masih ingat bahwa hari ini hari Kemerdekaan RI yang ke-78 inginnya aku ikut upacara, tapisiapa sudi yang mau dekat denganku, aku menyaksikannyadi pinggir Lapang, itupun dibentak-bentak dan diusir oleh Satpol PP, untung putramu menghampiriku yah akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Terima kasih Ya Allaah", orngtua itu mengakhiri cerita tersebut dengan menangiiis sejadi-jadinya".
Diluar gerimis masih turun, keadaaan alam yang mendung, gemersik dedaunan seolah-olah melankoli alam yang mengiringi pertemuan yang mengharukan.
Sudahlah kau tinggal disini menemaniku, aku tinggal bersama putraku dan mantuku serta cucuku yang sekarang lagi kuliahdi ITB dan satu di Yogyakarta
KLIK RAJA SASTRA DI SINI
Bersambung Bagian 2
Posting Komentar untuk "SAAT SANG MERAH PUTIH BERKIBAR BAGIAN 1"