PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 3

PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 3

Wajahnya sih cantik, bodinya juga oke punya, karena dia punya ilmu pengawet kecantikan dan kemudaan. Tapi tingkah lakunya kayak setan kurang sesajen.
PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 3

Yu kita lanjutkan baca ceritanya!

RAJA SASTRA- Wajahnya sih cantik, bodinya juga oke punya, karena dia punya ilmu pengawet kecantikan dan kemudaan. Tapi tingkah lakunya kayak setan kurang sesajen. Makanya dia nggak laku kawin, karena nggak ada lelaki yang betah beristrikan dia. Biasanya nyawa lelaki itu yang nggak betah dekat dengannya, lalu pergi ke akhirat."

"Dibunuh olehnya, begitu?" "Iya! Kata kakek sih, Ratu Cadar Jenazah punya cita-cita ingin kuasai rimba persilatan. Dia ingin diakui oleh dunia persilatan sebagai ratu rimba persilatan. Jadi maunya semua tokoh rimba persilatan tunduk kepadanya dan patuh kepadanya pula. Padahal kesaktiannya nggak seberapa."

"Ya, mungkin demi menunjang cita-citanya itulah maka ia ingin pelajari Kitab Panca Longok tersebut.

Baru mau bicara, tiba-tiba tubuhKen Warok yang duduk itu ditendang kaki Pandu Puber. Brruss...! Ken Warok terjengkang.

Hampir saja ia marah karena perbuatan Pandu. Tapi niat marahnya lenyap seketika setelah melihat sebilah pisau menancap di pohon yang tadi dibuat sandaran tubuhnya. Wuuttt...! Jrrubb...!

"Hahh..."!" Ken Warok terbelalak tegang. Matanya yang menjadi lebar bagai habis operasi kelopak itu pandangi pisau tersebut.

Pisau itu kecil, ukurannya sejengkal, gagangnya dari besi dengan hiasan rumbairumbai benang merah. Mata pisaunya putih mengkilap dan runcing. Kalau nyolok mata sakit. Apalagi nyolok jantung, pasti bocor. Pandu Puber dan Ken Warok sama-sama terperanjat lagi ketika melihat kulit pohon tersebut bergerak-gerak mengelupas dalam keadaan mengering. Pasti disebabkan karena pisau itu beracun ganas. Ken Warok jadi merinding membayangkan nyawanya yang nyaris melayang tadi. Hatinya membatin, 

"Kalau kulit pohon aja bisa jadi keriting begitu, apalagi kulitku. Pasti keriput seperti jeruk purut."

Baru saja Pandu Puber mau cabut pisau itu, tiba-tiba Ken Warok berseru,

"Awaaass...!" Pandu tidak menoleh ke belakang. Tapi tangannya segera berkelebat ke belakang sendiri dan, jaab...! Sebilah pisau yang dilemparkan ke arahnya tertangkap oleh tangan Pandu, terselip di sela jemarinya. Ken Warok menghempaskan napas lega melihat Pandu selamat, tapi hatinya ter-bungkus perasaan takjub melihat kecepatan tangan Pandu menangkap pisau itu.

"Padahal dia nggak nengok segala lho, kok bisa langsung tangkap itu pisau, ya"

Jangan-jangan tengkuknya punya mata"

Coba lihat, ah...!" Ken Warok sengaja bergeser ke belakang Pandu dan memperlihatkan tengkuk Pandu.

"Siapa pemilik pisau ini" Pasti ada yang ingin membunuh kita, Ken! Entah kau atau aku yang ingin dibunuhnya."

"Semoga saja bukan aku," kata Ken Warok gemetar. Kedua lelaki muda itu sama-sama memandang ke arah semak-semak, tempat datangnya dua pisau terbang tersebut. 

Pendekar Romantis melepaskan pukulan jarak jauhnya ke arah semak-semak itu, sang semak-semak buyar seketika. Sesosok tubuh melayang bersalto dari balik semak. Wukk, wukk...! Jlegg! Kini ia berdiri di depan Pandu Puber dan Ken Warok.

Kemunculan itu membuat dua pemuda beda kwalitas tampang itu sama-sama terbengong sesaat. Terkesima memandangi wajah ayu di depan mata mereka. Wajah ayu itu milik seorang gadis berusia sekitar dua puluh tahun, matanya bundar indah, bibirnya mungil, hidungnya kecil bangir, karena wajah itu memang wajah mungil yang cantik sekali, enak dipandang mata. Beda dengan wajahnya Ken Warok; enak dicolok matanya

Gadis cantik bertubuh seksi dengan bagian dadanya melenuk mirip mangkok bakso

itu, mengenakan pakaian serba biru. Biru muda yang cerah. Kontras dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Gadis itu mengenakan ikat pinggang yang punya pisau cukup banyak. Hampir seluruh pinggangnya dilingkari dengan pisau, ada yang besar ada yang sedang, ada yang kecil. Andai tak cantik, ia mirip pedagang keliling door to door. Tetapi dengan rambut disanggul kecil di bagian tengah, sisanya dibiarkan meriap sepanjang punggung.

Meski wajahnya tanpa senyum tapi kecantikannya justru tampak menggemaskan bagi Pandu Puber. Sejak tadi yang dipandangi bagian bibir si gadis dan permukaan mangkok baksonya itu. Maklum,

pendekar yang satu ini memang punya mata nakal dan otak sedikit seronok, sehingga hobinya mengincar tempat-tempat yang mestinya tak boleh dipegang sembarang orang. Jika sudah memandang ke arah sana, Pandu sering lupa daratan dan lupa lautan. Malah kadang-kadang ia sering lupa berkedip.

"Biar kuhadapi dia. Lama-lama bisa kurang ajar kalau didiamkan terus," ujar Ken Warok dengan lagak sok berani.

"Hmmm..., giliran tahu musuhnya cewek mau main seruduk aja!" gumam hati Pandu.

Ia biarkan Ken Warok mendekati gadis cantik itu.

"Nona cantik, apa maksudmu melempar pisau kepadaku, hah"! Apakah begitu cara-mu kalau naksir seseorang"!"

Gadis itu masih diam saja. Matanya memandang makin tajam. Kedua tangannya dicantolkan pada ikat pinggang, kedua kakinya sedikit merenggang, kelihatan tegar dan siap tarung. Mata itu sengaja

dituju-kan tajam-tajam ke arah Ken Warok. Makin lama makin membuat hati Ken Warok ciut sendiri dan mulai salah tingkah antara ngeri dan berani, antara takut dan ingin ikut. Sesekali ia melihat Pandu Puber, dan hatinya menjadi tenang saat

ia tahu Pandu masih di situ. Pandu sendiri sengaja diam, memberi kesempatan pada

Ken Warok sambil pelajari sikap si gadis cantik itu.

Ken Warok yang salah tingkah itu akhirnya berkata lagi, "Nona cantik, apakah kau tuli sehingga tak bisa mendengar pertanyaanku tadi?"

Gadis itu tetap diam, merapatkan kedua bibirnya yang menggemaskan Pandu sejak tadi. Matanya sesekali melirik ke

arah Pendekar Romantis. Hanya sekilas-sekilas saja tapi membuat sang pendekar tampan berdebar-debar indah.

Ken Warok berkata lagi kepada gadis itu, "Apa maksudmu datang kemari dengan lempar-lempar pisau, hah" Kayak anak kecil aja! Apa nggak punya mainan lain"!

Lain kali nggak boleh begitu, ya?" Ken Warok berlagak seperti guru yang ngomelin muridnya karena nggak kerjakan 'PR'. Tapi gadis itu justru berkata dengan nada ketus yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Ken Warok tadi.

"Siapa di antara kalian berdua yang bernama Ken Warok"!"

Ken Warok bertanya pada Pendekar Romantis, "Siapa nih enaknya" Kau atau aku yang bernama Ken Warok?"

Senyum di bibir sang pendekar ganteng tipis saja, namun sempat bikin mata si gadis cepat-cepat di lemparkan ke wajah Ken Warok. Lalu terdengar suara Pandu berkata kepada Ken Warok,

"Jujur sajalah. Nggak perlu pura-pura, nanti dia malah lebih galak lagi."

"Makin galak makin cantik lho. Sum-pah kempot deh!"

"Jawab pertanyaanku!" bentak gadis itu. Ken Warok tersentak hampir lompat di tempat. Ia jadi makin malu, kemudian nyengir sambil garuk-garuk kepala. Pandu tertawa pula sambil tetap gigit-gigit rumput.

"Akulah orang yang kau cari. Aku yang bernama Ken Warok!"

"Bohong!" sentak gadis itu lagi.

"Pasti dia, yang pakai anting-anting satu itu!" sambil menuding Pandu. Tentu saja Pandu makin geli dalam tawanya yang tanpa suara itu. Ken Warok memandang Pandu dengan bingung, lalu memandang gadis itu la-gi dengan dahi berkerut dan sedikit ngotot,

"Hei, Nona... yang namanya Ken Warok itu ya aku ini!" katanya sambil menepuk dada. "Mana pantas wajah sepertimu jadi kunci rahasia Kitab Panca Longok"!  KI Mangut Pedas nggak akan sudi punya murid bego kayak kamu!"

"Yeee... nggak percaya nih anak"!" gumam Ken Warok dengan meringis kecut.

Gadis itu melangkah dekati Pandu Puber dan berhenti dalam jarak empat langkah di depan si ganteng berbaju ungu itu. Lalu suaranya yang ketus terdengar bernada sok tegas,

"Mengakulah, pasti kau si murid Mangut Pedas itu, kan"!"

"Bukan aku yang bernama Ken Warok, melainkan dia!"

"Bohong besar kau! Kiramu aku ini anak kecil yang mudah ditipu?"

Ken Warok menyahut kata, "Nona... hei, aku inilah yang bernama Ken Warok dan tahu seluk-beluk tentang kitab tersebut!"

"Diam kau!" bentak gadis itu. Berani sekali ia menuding Ken Warok dengan mata mendelik lincah dan bikin betah begitu. Agaknya dia benar-benar tidak pedu-li

lagi dengan keberadaan Ken Warok di situ. Langsung saja ia bergerak lebih dekat pada Pandu Puber dan dalam jarak satu langkah ia berkata tegas,

"Bicaralah! Jangan hanya bengong saja kayak monyet ompong! Katakan di mana kitab itu, hah"!"

Dengan tenang dan iringan senyum

menawan, Pandu Puber justru balik bertanya, "Siapa kau sebenarnya, Nona" Mengapa kau sekeras itu menganggapku sebagai Ken Warok?"

Bacaan Lainnya

"Jangan berlagak pilon!" bentaknya dengan wajah semakin ketus. "Katakan sa-ja, di mana kitab itu disimpan oleh kakekmu! Kau pasti tahu, Ken Warok!" Ken Warok geleng-geleng kepala antara jengkel dan geli. Ia dekati gadis itu dari belakang dan ia colek punggungnya, tapi niat tersebut terpaksa gagal karena tiba-tiba kaki gadis itu menendang ke belakang tanpa memandang yang ditendang.

Wuut...! Buhgg...!

"Heggh...." Ken Warok mendelik, tubuhnya mental sejauh empat langkah ke belakang dan jatuh terkapar dalam keadaan seperti dibanting. Bhaggh...! Ken Warok diam seketika. Matanya berkedip-kedip memandang langit. Mulutnya hanya bisa terbuka, tapi suaranya tak mampu keluar karena napasnya bagaikan tersumbat di tenggorokan dan hidung. Pandu Puber kian tersenyum geli melihat Ken Warok terkapar begitu. Si gadis sendiri tidak memandang Ken Warok sedikit pun. Seakan begitu cueknya dengan hasil ten-dangannya tadi. Yang dipandangi adalah Pandu dan pandangan itu tak mau bergeser sedikit pun. Tajam, tapi juga menyimpan tendensi tertentu. 

Akhirnya pendekar tampan kembali pandangi wajah di depannya yang amat dekat sekali itu. Hanya satu ayunan maju saja bibir bisa langsung nyosor bibir si gadis. Tapi Pandu punya perhitungan, jika saat itu ia langsung menyosorkan diri ke bibir si gadis, maka tangan si gadis dapat bergerak menghantamnya dengan cepat. Karena Pandu tahu, gadis itu punya kecepatan gerak cukup tinggi. Terlihat saat ia menendang Ken Warok, gerakan kakinya nyaris tak terlihat menendang ke dada Ken Warok. 

"Baru sekarang aku melihat kecantikan yang sempurna. Ck, ck, ck...!" Pandu berdecak sambil geleng-geleng kepala. Gadis itu merasa tersanjung, tapi berlagak tak suka sanjungan itu. Ia mencibir sinis, membuang pandangan ke arah lain. Sementara itu Ken Warok bergegas bangkit perlahan-lahan sambil menyeringai, merasakan sisa sakit yang masih tertinggal di dada. Pandu sengaja pandangi gadis itu

dengan sorot pandangan mata yang lembut, tutur katanya pun terdengar pelan danpenuh kelembutan, "Kurasa kau orangnya Ratu Cadar Jenazah, Kuakui sang Ratu cukup pandai memilih utusan secantik kau, Nona. Pria mana yang tak akan luluh hatinya melihat kecantikanmu" Sekalipun sebenarnya hatiku sudah kutahan untuk tidak menyerah padamu, nyatanya aku tak bisa menahan ke-kerasan hatiku demi melihat kecantikanmu dari jarak sedekat ini."

"Aku bukan orangnya Ratu Cadar Jenazah!" ketus gadis itu.

"Ah, kau sembunyikan identitasmu, Nona. Tak perlu berbohong, nanti nilai kecantikanmu berkurang."

"Aku nggak bohong! Aku memang bukan orangnya Ratu Cadar Jenazah. Aku utusan dari Lembah Nirwana. Namaku.... Belati Binal."

Pandu tertawa seperti orang menggumam. Ia melangkah tinggalkan gadis itu, namun hanya tiga langkah segera berhenti dan berbalik lagi, memandang penuh pesona, membuat sang gadis menjadi gundah.

"Akhirnya kau mengaku juga siapa dirimu," kata Pandu pelan bagaikan menge-jek. Belati Binal kian mengetuskan mulutnya pertanda dongkol terhadap pancingan Pandu tadi. Ia bergegas maju dengan menampakkan kegalakannya yang dipaksakan, lalu menghardik dengan suara geram,

"Jangan mempermainkan diriku, Ken Warok!" Pandu sempat berpikir, 

"Jangan-jangan dia bidadari Dian Ayu Dayen, calon istriku itu" Ah, benarkah dia jelmaan Di-an Ayu Dayen" Aku kok jadi curiga?"

Dian Ayu Dayen adalah bidadari penguasa kecantikan yang selalu membayang-bayangi Pandu Puber. Anak Dewa Batara Ka-ma itu memang ditugaskan oleh sang Ayah untuk menundukkan Dian Ayu Dayen dan men-gawininya. Karena jika Pandu Puber menga-wini

Pandu, sang bidadari penguasa kecantikan itu, maka ia akan hidup di kayangan di antara para dewa dan berhak menggunakan namanya sebagai Dewa Indo. Tapi jika Pandu kawin dengan perempuan lain, maka ia tak akan bisa naik ke kayangan dan ia akan menjadi manusia biasa, tanpa gelar kebangsaan sebagai Dewa Indo. Dalam perjalanannya mencari sang calon istri, Pandu Puber selalu dibayang-bayangi Dian Ayu Dayen yang dapat menjel-ma sebagai perempuan dengan seribu macam kecantikan. Dian Ayu Dayen mempunyai se-tangkai bunga mawar yang terselip di ce-lah gumpalan dadanya. Tugas Pandu Puber adalah mencabut bunga mawar itu sebagai tanda ditundukkannya kekuatan sang bidadari tersebut. Namun Pandu selalu saja tak berhasil menjebak penyamaran Dian Ayu Dayen, 

Pendekar Romantis dalam kisah: "Hancurnya Samurai Cabul" 

Klik di sini


Posting Komentar untuk "PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 3"