PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK
BAGIAN 4
![]() |
pendekar Romantis 06 itab Panca Longok Bagian 3 |
RAJA SASTRA-Karena itu tak heran jika Pandu Puber mempunyai kecurigaan bahwa Belati Binal adalah jelmaan Dian Ayu Dayen. Pandu ingat kata-kata Dian Ayu Dayen kala men-janjikan sebentuk keindahan yang kirakira bunyinya begini:
"Kecantikanku ada di antara wajah-wajah di sekelilingmu. Kecup keningku dan aku akan berubah menjadi wujud asliku.Jika kau dapat cabut bunga mawar yang tumbuh di dadaku ini, maka kau akan kurenggut dalam pelukanku selama-lamanya."
Kira-kira begitu bunyi janji sang bidadari yang cantiknya "wow' sekali itu, Pandu sadar dari renungannya setelah ia melihat tubuh Ken Warok berkelebat di depan hidungnya. Wuuut...! Orang kurus itu jatuh terbanting lagi. Bruhgg...! Wajahnya menyeringai sambil memandang Pandu yang terbengong kaget.
"Kenapa lagi kau" Ayan"!"
"Ayan gundulmu! Aku dibanting dia lagi hanya karena ngajak senyum!"
Geli juga hati Pandu melihat geru-tuan Ken Warok. Ia pandangi si Belati Binal, ternyata gadis itu tak punya senyum sedikit pun. Alangkah kakunya itu bibir" Tak bisakah, untuk nyengir sedikit saja"
Pikir Pandu. "Kalau temanmu itu masih kurang ajar lagi padaku, kubanting nyawanya biar keluar dari raga!" ancam Belati Binal. "Kau tak akan berani" ujar Pandu kalem, sengaja berkesan meremehkan.
"Siapa bilang nggak berani hah" Siapa bilang"!" Belati Binal sewot dan segera hampiri Ken Warok. Tapi langkahnyaterhenti setelah Ken Warok lari ke belakang Pandu, punggung Pandu ditaboknya.
"Janga n ngomong gitu, Goblok! Dia bisa benar-benar membunuhku!"
Pandu hanya tertawa geli. Tawanya surut karena si gadis buka mulut,
"Ken Warok, aku tak punya waktu la-gi untuk bertenggang rasa padamu. Kuhitung sampai tiga kali kalau kau tak mau tunjukkan di mana kitab itu disimpan oleh kakekmu, aku terpaksa mengirimu ke nera-ka!"
"Hei, sudah kubilang, namaku bukan Ken Warok!" kata Pandu agak ngotot.
"Hmmm...! Aku tak mungkin salah. Saudara sepupumu tadi memberitahukan bahwa kau pergi ke arah sini bersama tamu istimewamu!"
"Siapa yang kasih unjuk aku kemari"Jaitun"! Kurang ajar dia. Dibilangin jangan ngomong sama siapa-siapa kok malah ngomong sama kuntilanak ini tuh anak"
Awas nanti kalau aku pulang!" Ken Warok mencak-mencak.
"Kalau tak kupaksa dengan pukulan
'Racun Kejujuran', tak mungkin ia mau mengaku!" ucapnya sinis. Lalu katanya lagi sambil menatap Pandu dalam-dalam,
"Apakah kau mau kupukul dengan 'Racun Kejujuran'-ku ini?"
"Silakan!" tantang Pandu Puber Baru saja mulut Pandu berhenti berkata begitu,
tiba-tiba pukulan 'Racun Kejujuran' yang berupa seberkas sinar hijau mirip anak panah kecil itu melesat dari ujung jari tengah Belati Binal.
Clapp...! Wuut...! Duarrr...!
Rupanya Pendekar Romantis sudah siap juga dengan jurus penangkisnya. Jurus 'Salam Sayang' dipergunakan oleh Pandu sebagai penangkisnya, yaitu dua kali sentakan tangan bergelombang tenaga dalam tinggi menghantam ke arah Belati Binal.
Gelombang tenaga dalam dari tangan kiri menghantam sinar hijau dan meledak seketika, gelombang tenaga dalam dari tangan kanan kenai bagian bawah pundak kanannya Belati Binal. Sentakan gelombang itu membuat tubuh Belati Binal terhempas mundur tiga tindak. Limbung sesaat, hampir saja jatuh kalau tak segera berpegangan batang pohon. Belati Binal tarik napas. "Sakit juga dada kananku, Setan! Rupanya dia punya ilmu yang boleh diperhitungkan. Gerakan begitu saja dapat menghancurkan pukulan
'Racun Kejujuran'ku. Apakah aku harus gunakan jurus yang lebih tinggi lagi" Nanti kalau dia mati bagaimana?" pikir-nya.
"Racun apa lagi yang kau punya" Kalau belum puas dan belum percaya bahwa aku
bukan Ken Warok, keluarkanlah jurus racunmu lagi," kata Pendekar Romantis dengan agak jengkel. "Ayo, keluarkan lagi racunmu, aku siap mati di tangan gadis secantik kau, Belati
Binal. Aku bangga mati di pelukan-mu! "Belati Binal diam. Matanya memandang tajam sekali. Ken Warok cemas, takut kalau Pandu terluka, maka ia segera lepaskan pukulan jarak jauh berupa gelombang dingin.
Wusss...! Clapp...! Sinar kuning berbentuk bundar seperti kelereng lebih dulu menghantam dada Ken Warok, menerobos pukulan hawa dingin tersebut. Dess...! Ken Warok jatuh terku-lai, tulangnya bagaikan dipresto seperti bandeng. Lunak semua. Napasnya masih ada dan terengah-engah dalam posisi bersandar di kaki pohon.
"Pandu... Pandu... kenapa aku jadi begini"!"
"Bangkit, Tolol!"
"Tak... tak bisa. Tulangku... oh, tulangku di mana, Pandu"!"
Pandu Puber segera pandangi Belati Binal dengan serius. Kelembutan sorot pandangnya berubah tajam bagaikan mata tombak. Suaranya pun terdengar lebih ber-wibawa dari yang tadi. "Kau keterlaluan, Belati Binal! Kau telah bikin sahabat baruku jadi menderita
begitu! Kau harus merasakan penderitaan yang sama!" Keseriusan Pandu Puber membuat hati Belati Binal berfirasat lain. "Tunggu dulu," katanya sambil mendekat. "Kudengar orang itu memanggilmu Pandu. Apakah... apakah..."
"Aku yang bernama Pandu Puber, bukan Ken Warok!"
"Ooh..."!" Belati Binal tercengang, wajahnya menggambarkan rasa sesal dan sedikit gentar. Ia pandangi dada Pandu yang bertato bunga mawar itu, lalu hatinya membatin,
"Astaga..., kenapa baru sekarang kuingat cerita orang-orang itu tentang ciriciri Pendekar Romantis yang bernama Pandu Puber ini"! Ya, ampun... kalau begitu aku tadi benar-benar tolol! Pantas serangannya sederhana tapi membahayakan. Pantas wajahnya begitu menawan hatiku. Pantas... ah, pokoknya apa saja pantas deh! Aduh, bagaimana sikapku berikutnya,
ya" Aku jadi salting nih!" Saat mereka beradu pandang dan saling bungkam, tiba-tiba sekelebat bayangan terlihat melintas di sekitar situ.
Wuuttt...! Mereka sama-sama kaget, dan lebih kaget lagi melihat Ken Warok hilang
dari tempatnya. "Celaka!" geram Pandu Puber.
"Seseorang telah menyambar temanmu itu! Kulihat ia bergerak ke lereng bukit!"
kata Belati Binal. Pandu Puber berseru memanggil, "Ken Warok...! Keeen...! Waroook...! Jawab seruanku!" Tak ada suara apa pun kecuali suara Belati Binal yang tampak resah dan tegang, "Bayangan itu bergerak cepat. Pasti dia sudah membawa temanmu ke tempat yang
jauh!" "Aku harus mengejarnya!" "Aku ikut...!" seru Belati Binal sambil berkelebat cepat, hampir menyamai gerakan Pandu yang pergunakan jurus
'Angin Jantan' itu.
Kehilangan jejak. Gadis yang mengaku utusan dari Lembah Nirwana itu sengaja hentikan langkahnya. Tangannya menyambar lengan Pandu membuat si Pendekar Romantis jadi hentikan langkah pula.
"Kita salah arah. Aku yakin orang itu tidak lari ke arah sini!"
"Dari mana kau tahu?"
"Bau keringat Ken Warok tidak kute-mukan di daerah ini."
"Bau keringat..."!" Pendekar Romantis heran dan sedikit geli.
"Penciumanku mudah mengenali bau keringat tiap orang, dan aku bisa hafal bau
keringat satu persatu dari orang yang pernah kutemui."
"Hebat!" gumam Pandu kagum. "Ilmu apa yang kau gunakan itu?"
"Ini bukan ilmu, tapi suatu kelebi-han yang sudah ada padaku sejak lahir.
Bahkan aku masih ingat bau keringat dukun beranak yang menolong kelahiranku
dulu!" "Ck, ck, ck, ck...," Pandu geleng-geleng kepala.
"Benar-benar kau seorang gadis pelacak yang cantik!"
"Kau pikir aku anjing" Pakai isti-lah pelacak segala! Kalau anjing pelacak
memang ada, tapi kalau gadis pelacak...."
"Kaulah orangnya!" sahut Pandu dengan senyum tipis menawan. Tapi Belati Binal tak membalas senyuman sedikit pun. Mesem sedikit pun tidak, sampai-sampai Pandu penasaran ingin melihat seperti apa si mungil yang cantik jelita itu jika tersenyum"
Belati Binal berdiri di bawah pohon, tangan kirinya bersandar di batang pohon itu, tangan kanannya bertolak ping- gang, matanya memandang sekeliling. Waktu itu Pandu Puber sedikit memunggungi Belati Binal untuk menyapu sekeliling dengan penglihatannya yang jeli. Kejap kemudian Pandu Puber berpaling memandang Belati Binal, tepat waktu gadis itu
pandangi Pandu secara curi-curi. Gadis itu pun sempat menggeragap dan salah tingkah dalam membuang pandangan, namun ia berusaha agar tetap kelihatan serius dan seakan berpikir tentang Ken Warok yang hilang itu.
BACA JUGA:
- PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 2
- PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 1
- The Effect of Rubber Band Temperature on The Distance Traveled when Stretched
"Kurasa orangnya Ratu Cadar Jenazah yang bawa lari Ken Warok," ujar si gadis yang bajunya berbelahan dada agak lebar, sehingga sisi atas belahan dada itu terlihat mengintip nakal dan menggemaskan Pandu Puber.
"Bagaimana kau bisa yakin kalau Ken Warok dibawa lari oleh orangnya Ratu Cadar Jenazah?" "Karena tak ada pihak lain yang inginkan kitab itu kecuali pihakku dan pihak Ratu Cadar Jenazah."
Gumam lirih Pandu terdengar di sela anggukan kepala. Sesaat kemudian ia mencabut sehelai rumput berbatang kecil, sebelum digigit-gigit ia berkata kepada Belati Binal, "Apakah kau tahu persis tentang Ra-tu Cadar Jenazah?"
"Sangat tahu, karena dia adalah adik tiri guruku; Nyai Cemara Langit."
"Ooo...," Pandu manggut-manggut la-gi. "Apakah dulunya Nyai Cemara Langit satu perguruan juga dengan Ratu Cadar Jenazah dan Ki Mangut Pedas?"
"Tidak. Tapi guruku tahu bahwa Ratu Cadar Jenazah mengincar Kitab Panca Longok milik Ki Mangut Pedas. Hal itu sudah diketahui lama oleh Guru, karena sebelum peristiwa itu terjadi beberapa tahun yang lalu, Ratu Cadar Jenazah pernah terlepas bicara dengan Guru soal kitab yang diin-carnya itu. Begitu mendengar Ki Mangut Pedas wafat, Guru segera menugaskan diriku untuk selamatkan kitab itu agar jangan sampai jatuh di tangan Ratu Cadar Jenazah."
Dahi si tampan beranting-anting sa-tu itu mulai berkerut. Jaraknya dengan Belati Binal diperdekat lagi. Suaranya cukup pelan, tapi jelas didengar telinga si cantik yang tak budek itu.
"Dari mana gurumu dapat kabar tentang kematian Ki Mangut Pedas" Karena akulah orang yang menguburkan jenazah Ki Mangut Pedas! Beliau ditemukan terkapar sendirian dalam keadaan sekarat. Masa' gurumu bisa tahu kalau Ki Mangut Pedas tewas" Padahal aku belum bicara kepada siapa pun sebelum aku tiba di desanya Ken Warok." Gadis tanpa senyum itu bicara bernada ketus, tapi sebenarnya serius, "Se-habis Tengkorak Tobat yang bertarung dengan Ki Mangut Pedas berhasil melukai lawannya, ia lari dalam keadaan luka beracun. Ia bertemu dengan Guru yang saat itu sedang pulang dari lawatannya ke NPulau Kelambu. Tengkorak Tobat sujud di depan Guru dan mohon pertolongan atas luka ra-cunnya, karena menurut perkiraan Tengkorak Tobat, racun itu akan merenggut nyawanya sebelum ia sampai di Bukit Gulana. Tengkorak Tobat berjanji akan damaikan pertikaian lama antara Guru dengan adik tirinya itu. Guru pun obati Tengkorak Tobat, lalu ia ceritakan sendiri bagaimana pertarungannya dengan Ki Mangut Pedas yang berhasil dilukai dengan golok beracunnya. Golok beracun itu tidak akan bisa disembuhkan oleh obat apa pun, karena ob-atnya hanya dimiliki oleh Tengkorak Tobat sendiri." Entah yang keberapa kali Pandu Puber manggut-manggut, antusias sekali dengan cerita yang dituturkan si gadis mungil menggemaskan itu. Lalu, Pandu pun bertanya lagi dengan mata melirik kembali ke arah belahan dada si gadis yang syuuur itu, "Persoalan apa yang terjadi antara pihak gurumu dengan pihaknya Ratu Cadar Jenazah" Apakah aku boleh mengetahuinya?" Belati Binal menengok Pandu sebentar, lalu wajah dan matanya menghadap ke arah lain seperti semula. Agaknya dalam pertimbangan benak si gadis, tak ada je-leknya jika ia ceritakan masalah yang mengakibatkan bentrokan antara pihaknya dengan pihak Ratu Cadar Jenazah.
"Sebetulnya masalah pribadi, tapi akhirnya menjadi masalah antar golongan." Belati Binal menarik napas sebentar, posisi duduknya berubah dengan menyandarkan punggung ke batang pohon dan kedua tangannya bersidekap di dada. Matanya masih memandang arah lain, raut wajahnya tanpa senyum sedikit pun, berkesan cemberut terus.
"Ratu Cadar Jenazah membunuh ayah tirinya, karena sang ayah tiri tidak mau turunkan sebuah ilmu andalan yang amat diidam-idamkan Ratu Cadar Jenazah. Padahal ayah tirinya itu adalah ayah kandung-nya Nyai Cemara Langit. Tentu saja Guru marah besar dan menantang Ratu Cadar Jenazah. Hampir saja Ratu Cadar Jenazah tewas di tangan Guru. Untung ia diselamatkan oleh Tengkorak Tobat dan dibawa lari. Sejak itulah Tengkorak Tobat menjadi orang kepercayaan Ratu Cadar Jenazah. Tapi agaknya sang Ratu masih memendam dendam yang suatu saat. akan dilampiaskan kepada Guru. Satu-satunya ilmu yang dita-kuti oleh Guru adalah ilmu dari Kitab Panca Longok. Maka ketika Guru mendengar Ki Mangut Pedas tewas di tangan Tengkorak Tobat, Guru menjadi khawatir kalau Kitab Panca Longok berhasil dikuasai oleh Ratu Cadar Jenazah. Maka aku diutus untuk temui Ken Warok, mendesaknya untuk bisa dapatkan kitab tersebut sebelum sang Ratu mendahuluinya."
"Lalu, apakah Nyai Cemara Langit yakin bahwa permasalahannya dengan Ratu Cadar
Jenazah bisa didamaikan oleh si Tengkorak Tobat?"
"Guru hanya menolong orang yang sedang terdesak dan terancam bahaya, tanpa mengharapkan apa-apa dari si Tengkorak Tobat. Pada dasarnya, Guru mengikuti saja
apa maunya si Ratu Cadar Jenazah. Berda-mai mau, meneruskan pertarungan juga mau!" "Sikap yang baik itu," puji Pandu dalam gumam kecil.
"Menurut rencana gurumu, apa yang akan dilakukan jika Kitab Panca Longok ada di tangannya" Dipelajari sendiri atau dihancurkan, atau malah di-gadaikan ke orang lain?"
Gadis pelacak itu diam saja. Entah apa yang dipikirkan. Tapi wajahnya tidak kelihatan seperti sedang memikir sesuatu. Ia mirip orang sedang melamun. Sebentar kemudian mirip orang mencium bau nasihangus. Hidungnya mengendus-endus. Matanya melirik Pandu sebentar, lalu memandang lurus ke depan bagaikan sedang menerawang. Pendekar Romantis memendam keheranan. Mengapa gadis cantik itu kini diam saja"
Apakah karena pertanyaan Pandu me-nyinggung perasaannya atau merupakan pertanyaan yang sangat pribadi" Menurut Pandu sendiri, pertanyaannya tidak terlalu pribadi. Cuma, mungkin gadis pelacak itu mempertimbangkan : apakah perlu memberi jawaban jujur atau jawaban palsu" Pandu Puber mencoba untuk bersabarmenunggu, tapi lama-lama nggak sabar juga. Mau tak mau Pandu menanyakan hal itu.
"Kenapa diam saja?"
"Aku mencium bau keringat orang lain; bukan bau keringat kita berdua." Jawaban pelan itu mengerutkan dahi Pandu kian tajam.
"Maksudmu bagaimana?"
"Ada orang sedang mencuri percakapan kita."
Pandu mulai melirik ke sana-sini sambil berbisik, "Di mana orang itu?"
"Di arah belakangku!" jawab Belati Binal yang tiba-tiba berbalik arah secara
cepat dan melepaskan pukulan bersinar merah dari telapak tangan kanannya yang disentakkan ke depan.
Wuuutt...! Blaarr...!
Semburan sinar merah terang berpendar menyebar dari semak-semak yang dihantamnya, bersamaan dengan itu meledaklah tempat tersebut bagai dipasangi granat.
Dari ledakan tersebut melesat sesosok tubuh berkelebat dan berjungkir balik di udara dua kali.
Wuuk... wuukk...!
Sepasang kaki mendarat di depan Pandu Puber dan Belati Binal. Sepasang, kaki itu sedikit merenggang, bercelana putih dengan bajunya yang putih pula, ta-pi dirangkapi baju jubah lengan panjang
warna abu-abu. Orang itu adalah seorang lelaki berusia sekitar empat puluh tahunan, rambutnya tidak terlalu panjang tapi diikat memakai kain hitam. Di pinggangnya yang bersabuk hitam terselip sebilah golok bergagang hitam pula. Lelaki berwajah sangar dengan badan besar dan agak tinggi itu memancarkan sinar matanya ke arah Belati Binal, karena gadis itulah yang menyapa kemunculannya lebih dulu. Sedangkan Pandu Puber masih tampak kalem, berdiri dalam jarak satu langkah di samping kanan si gadis pelacak itu.
"Dupa Dulang, apa maksudmu cari perkara di depanku, hah"!"
Orang berkumis lebat itu menjawab,
"Aku tak bermaksud cari perkara denganmu, Belati Binal. Tapi kau sendiri yang
cari masalah dengan cara menyerangku secara tiba-tiba!"
"Kalau kau tak mencuri dengar percakapanku, aku tak akan menyerangmu, Dupa Dulang!"
Dupa Dulang diam tak membalas ucapan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Pandu untuk bertanya kepada Belati Binal dalam suara berbisik, KLIK DI SINI
Posting Komentar untuk "PENDEKAR ROMANTIS 06 KITAB PANCA LONGOK BAGIAN 4"